laporan pendahuluan lupus

         Lupus adalah penyakit kronis yang merusak sistem kekebalan tubuh (imunitas) dan memengaruhi berbagai macam jaringan; kulit, persendian, jantung, darah, ginjal, dan otak.Secara normal, sistem imunitas tubuh akan membentuk protein, dikenal sebagai antibodi, yang bertugas mematikan virus, bakteri, atau materi asing yang masuk ke dalam tubuh.Pada penderita lupus, sistem imunitasnya tidak mampu membedakan antara substansi asing dan sel-sel dan jaringan tubuh. Antibodi yang dihasilkan justru melawan sel-sel yang seharusnya dibutuhkan oleh tubuh.
A. Penyebab Lupus :
        Lupus adalah penyakit misterius dan belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkannya. Hanya sedikit tanda atau gejala yang ditampakkan sebelum si penderita secara visual mengalami keganjilan. Mendadak si penderita akan mengalami perubahan fisik yang nyata.
B. Pemeriksaan Lupus :
      Untuk menguji apakah seseorang menderita lupus, maka dilakukan sebuah pengujian dengan menggunakan tes darah bernama Anti Nuclear Antibody (ANA). Tes ini akan mengidentifikasi autoantibodi (antibodi perusak) yang memakan sel-sel berguna di dalam tubuh. Hasil positip tes ini belum bisa dikatakan seseorang menderita lupus. Dibutuhkan data-data lain seperti gejala-gejala, catatan fisik pasien, dan tes lengkap laboratorium hingga dipastikan si pasien apakah menderita lupus.
C. Gejala-gejala awal Lupus :
1. Rasa ngilu yang luar biasa di bagian persendian
2. Penderita mengalami kelelahan yang ekstrim
3. Muncul semacam bekas luka di sekujur tubuh
4. Pipi dan hidung penderita tampak menyerupai kupu-kupu (butterfly effects)
5. Mengalami anemia yang amat parah
6. Saat bernapas, penderita mengalami tekanan yang berat
7. Timbul permasalahan di sekitar hidung dan mulut
8. Sensitif terhadap cahaya, sinar matahari maupun kilatan foto
D. Perawatan bagi penderita lupus :
Salah satu perawatan yang dilakukan untuk penderita lupus adalah pengobatan medis. Ada beberapa jenis obat yang bisa mengurangi gejala lupus, akan tetapi, penggunaannya akan menimbulkan efek samping. Gejala dan efek samping yang dialami oleh masing-masing pasien sangan variatif dan tak bisa diprediksi. Jadi dibutuhkan pendampingan oleh petugas kesehatan dalam kasus ini.


E. Obat-obatan yang diberikan bagi penderita lupus:
1. Steroid
2. Immunosuppressant
3. Antimalarial (Plaquenil/Hydroxychloroquine)
4. Non-Steroidal anti-inflammatories
F. Lupus bisa dicegah dengan:
1. Mengurangi kontak dengan sinar matahari
2. Menerapkan hidup sehat dan menghindarkan diri dari stres
3. Tidak merokok
4. Berolahraga secara teratur
5. Melakukan diet nutrisi
G. Fakta-fakta tentang penyakit lupus
1. Lupus adalah penyakit autoimunitas, penyakit rheumatic.
2. Pada penderita lupus, sistem imunitas tubuh menyerang sel dan jaringan miliknya sendiri.
3. Ada lima jenis penyakit lupus dan masing-masing memiliki karakteristik yang khas dan membutuhkan penanganan yang berbeda pula
4. Sembilan puluh persen penderita lupus adalah perempuan
5. Di Amerika Serikat terdapat 11 kampus yang mengkhususkan penanganan terhadap penyakit lupus
6. Sampai dengan sekarang, sangatlah sulit untuk mendiagnosis penyakit lupus
7. Penanganan lupus sangat tergantung dari gejala yang timbul
8. Sebanyak 1,5 juta penduduk dunia menderita lupus
9. Ras tertentu memiliki risiko terkena lupus lebih besar dibandingkan ras lain; Afro-Amerika, Hispanik, Asia, dan Penduduk asli Amerika.
10. Mayoritas penderita lupus, setelah diobati, akan tumbuh secara normal
11. Penanganan lupus dilakukan oleh rheumatologis

demensia

DEMENSIA

A. DEFINISI

Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif.
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan kesadaran.( Elizabeth Corwin, 2001 )
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzheimer stadium awal.




B. ETIOLOGI
Yang paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer. Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik, karena penyakit ini tampaknya ditemukan dalam beberapa keluarga dan disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen tertentu. Pada penyakit Alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak.
Penyebab ke-2 tersering dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Demensia yang berasal dari beberapa stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac arrest.
Penyebab lain dari demensia adalah:
- Penyakit Pick
- Penyakit Parkinson
- AIDS
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Hidrosefalus bertekanan normal terjadi jika cairan yang secara normal mengelilingi otak dan melindunginya dari cedera, gagal diserap sebagaimana mestinya. Hidrosefalus ini menyebabkan demensia yang tidak biasa, dimana tidak hanya menyebabkan hilangnya fungsi mental tetapi juga terjadi inkontinensia air kemih dan kelainan berjalan.
Orang yang menderita cedera kepala berulang (misalnya petinju) seringkali mengalami demensia pugilistika (ensefalopati traumatik progresif kronik); beberapa diantaranya juga menderita hidrosefalus.
Usia lanjut yang menderita depresi juga mengalami pseudodemensia. Mereka jarang makan dan tidur serta sering mengeluh tentang ingatannya yang berkurang; sedangkan pada demensia sejati, penderita sering memungkiri hilangnya ingatan mereka.

C. MANIFESTASI KLINIS
- Terganggunya daya fisik
- Pelupa
- Apatis (menyendiri)
- Sering mengulang kata – kata
- Disorientasi waktu
- Sulit untuk melakukan kegiatan sehari – hari
- Emosional
- Sulit belajar
- Kurang konsentrasi
- Kurang perawatan diri
- Kurang koordinasi gerakan
Gejala Klinis:
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu
1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang pasif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana. Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
1. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
2. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain, disorientasi gangguan bahasa (afasia) penderita mudah bingung penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”.


3. Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara lain:
Penderita menjadi vegetatif tidak bergerak dan membisu daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.
2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler
daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker, diantaranya:
• Kelainan sebagai penyebab Demensia :
1. Penyakit degenaratif
2. Penyakit serebrovaskuler
3. Keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
4. Trauma otak
5. Infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
6. Hidrosefaulus normotensif
7. Tumor primer atau metastasis
8. Autoimun, vaskulitif
9. Multiple sclerosis
10. Toksik
11. Kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
• Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi:
1. Gangguan psiatrik :
- Depresi
- Anxietas
- Psikosis
2. Obat-obatan :
- Psikofarmaka
- Antiaritmia
- Antihipertensi
- Antikonvulsan
- Digitalis
3. Gangguan nutrisi:
- Defisiensi B6 (Pelagra)
- Defisiensi B12
- Defisiensi asam folat
- Marchiava-bignami disease
4. Gangguan metabolisme :
- Hiper/hipotiroidi
- Hiperkalsemia
- Hiper/hiponatremia
- Hiopoglikemia
- Hiperlipidemia
- Hipercapnia
- Gagal ginjal
- Sindromk Cushing
- Addison’s disesse
- Hippotituitaria
- Efek remote penyakit kanker



D. PENATALAKSANAAN
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa
pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.

E. PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi. Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat “cangkang kosong” dalam diri mereka sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan bagian-bagian otak (self-healing),gejala-gejala pada demensia dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala).

F. PATHWAY
Penurunan fisiologis


Pengkakuan pembuluh darah


Gangguan sirkulasi darah




































G. FOKUS PENGKAJIAN
Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan demensia, pertama-tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia. Untuk dapat membina hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
- Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang / sore /malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
- Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
- Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
- Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
- Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.

Bersikap empati dengan cara:
- Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
- Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti (hindari penggunaan kata atau kalimat jargon)
Bicara lambat , ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika bertanya tunggu respon pasien.
- Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan kata - kata yang sama.
- Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume ditingkatkan, nada harus direndahkan.
- Sikap komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, relaks dan terbuka.
- Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan klien:
• Tidak berisik atau ribut.
• Ruangan nyaman, cahaya dan ventilasi cukup.
• Jarak disesuaikan, untuk meminalkan gangguan.
Mengkaji pasien lansia dengan demensia Untuk mengkaji pasien lansia dengan demensia, saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
• Kurang konsentrasi
• Kurang kebersihan diri
• Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
• Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
• Tremor
• Kurang kordinasi gerak
• Aktiftas terbatas
• Sering mengulang kata-kata.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan efek yang labil, datar atau tidak sesuai.

H. Prioritas Diagnosa
Perubahan Proses berpikir berhubungan dengan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Defisit perawatan diri berhubungan dengan

I. Fokus Intervensi
Dx Keperawatan : Perubahan proses berpikir
Intervensi
Penatalaksanaan delusi : meningkatkan kenyamanan, keamanan, dan orientasi realita pasien yang mengalami keyakinan yang salah yang mempunyai sedikit atau tidak berdasarkan realita. Seperti :
1. Ajarkan keluarga dan orang terdekat tentang cara menghadapi orang yang mengalami delusi
2. Berikan pengajaran kepada keluarga pasien tenteng penyakit pada pasien atau orang terdekat jika yang mendasari penyakit adalah delusi (misalnya delirium dan depresi)
Penatalaksanaan demensia tetapkan modifikasi lingkungan untuk pasien yang mengalami kondisi konfusi kronis

Dx keperawatan : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu makan akibat dari gangguan psikologis (depresi)
Intervensi :
Pengelolaan gangguan makanan : pencegahan dan penanganan pembatasan diet yang berat dan aktivitas

trauma mata

TRAUMA MATA TUMPUL

1. PENGERTIAN
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat dan pencegahan terhadap terjadinya penyulit yang diakibatkannya. Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu:
1. Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii. Penanganan: Kompres dingin 3 kali sehari.
2. Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
3. Ruptura membran descement
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali. Penanganan: Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol.
4. Hifema
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius.
Pembagian hifema:
o Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
o Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
Komplikasi hifema:
• Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada sudut kamera okuli anterior.
• Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea, sehingga kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.
Penanganan terhadap imhibisi kornea: Tindakan pembedahan yaitu keratoplastik.
5. Iridoparese
IridoplegiaAdalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan: Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.
6. Iridodialisis
Iridodialisis ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di sebut dengan pseudopupil.
Penanganan: Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.
7. Irideremia Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.
8. Subluksasio lentis- luksasio lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.
9. Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
10. Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.Penanganan di lakukan secara operatif.
11. Ruptura sklera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.
12. Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan operasi.
2. TANDA DAN GEJALA
• Mata merah
• Rasa sakit
• Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO).
• Penglihatan kabur
• Penurunan visus
• Infeksi konjunctiva
• Pada anak-anak sering terjadi somnolen

3. PATOFISIOLOGI
Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.
4. PENATALAKSANAAN
Trauma tumpul kompres es, istirahatkan Kontusio orbita bedah kamera posisi tegak, dan isrirahatkan mata. Kolaborasikan Hifema anterior penurunan dosis anemia sel sabit dan penggunaan obat anti koagulan waspadai.

5. PENGKAJIAN DASAR
a. Aktivitas dan istirahat
Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/ kemampuan penglihatan.
b. Makan dan minum
Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
c. Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan). Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan. Peningkatan pengeluaran air mata.
d. Nyeri dan kenyamanan
Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata. Tiba-tiba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
e. Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
f. Pemeriksaan penunjang
- Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
- Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
- Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
- Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Dx: Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (tindakan pembedahan).

Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak ada eritema, tidak panas.

Intervensi:
a. Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci tangan ysng bersih sebelum menyentuh mata.
b. Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang cara perawatan dengan kapas yang steril serta dari arah yang dalam memutar kemudian keluar.
c. Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/ menggosok mata.
d. Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi (merah, darinase yang purulen).
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai indikasi.
2. Dx: Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan adanya trauma, penggunaan alat bantu terapi.

Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.

Intervensi:
a. Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.
b. Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.
c. Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah terjadinya pandangan yang kabur, iritasi mata).
d. Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang bervariasi (mendengarkan radio, berbincang-bincang).
e. Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
f. Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara mandiri.
3. Dx: Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.

Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.

Intervensi:
a. Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan di lakukan.
b. Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.
c. Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, “mengedan”, “buang ingus”, bersin atau merokok.
d. Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
e. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.

tetanus

TETANUS
A. Pengertian
Tetanus atau lockjow merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang diahsilkan oleh clostridium tetani.(Rampangan, 1997 : 35).
Tetanus adalah suatu penyakit yang tragis, tidak saja karena keparahannya tetapi karena ia dapat dicegah seluruhnya dengan imunisasi yang tepat .(Sabiston, 1995 : 199).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan toksin sehingga terjadi kejang – kejang otot yang umum, epistotonus, trismus, kejang otot glotis dan dapat menimbulkan kematian pada penderita. (Soedarto, 1996 :157).
B. Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, lurus, langsing berukuran panjang 2-5 mikron, lebar 0,4-0,5 mikron, bersifat gram positif, membentuk spora, anaerob dan mudah tumbuh pada nutrien media yang biasa. Kuman ini membentuk toksinb yang disebut tetanolysin dan tetanospasmin yaitu suatu neurotoksin yang kuat. Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah yang tercemar tinja baik tinja binatang maupun tinja manusia. (Soedarto, 1996 : 157).
C. Tanda dan Gejala
1. Ketegangan otot terutama pada rahang dan leher
2. Trismus atau kesukaran membuka mulut
3. Badan kaku dengan epistotonus
4. Kejang otot pada dinding perut dan sepanjang tulang belakang
5. Tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dengan tangan mengepal
6. Bila serangan kejang toknik sering tampak risus sardonikus terjadi karena spasme.
7. Serangan timbul paroksimal dapat dicetuskan oleh rangsangan suara, cahaya, maupun sentuhan akan tetapi dapat pula timbul spontan.
8. Afiksia, sianosis, demam




D. Penatalaksana
o Pemberian PP 10-20 juta unit/hari selama 10-14 hari
o Perawatan daerah luka
o Analgestik
o Diazepam
o Relaxan otoa dan sedative
o Ventilasi dan observasi
o Nutrisi NGT,hati-hati aspirasi
o Heparin untuk cegah thrombusdalam pada vena
o Pada gstrik ulcer : cek ph lambung cimetidin

E. Pathway

Clostridium tetani

Melalui luka

Tetanus

Mengeluarkan tetanospasmin

Mengikat motor alfa neuron terminal perifer

Memasuki akson dan ditransfer intraneuron retograd

Toksin bermigrasi menyeberangi sinaps ke terminal para sinaps

Menghambat pelepasan neurotransmiter menghambat glisin dan GABA

Mengurangi penghambat

Kecepatan letupan istirahat dari neuromotor alfa meningkat

Tirah baring Kaku/keja kaku otot pernafasan

Imobilisasi,
Kelemahan
Trismus
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
Mulut tidak bisa membuka

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh




F. FOKUS PENGKAJIAN
1. Aktifitas / istirahat
Gejala : kelesuhan, kelemahan umum, keterbatasan dalam aktifitas
Tanda : perubahan tonus / kelemahan otot
2. Sirkulasi
Gejala : peningkatan nadi , sianosis
3. Integrasi ego
Tanda : pelebaran tentang respons emosional
Gejala : peerasaan tidak berdaya
4. Eliminaasi
Gejala : inkotinesia episodic
Tanda : peningkatan tekanan vu
5. Maknanan atau cairan
Gejala : sensifitas terhadap makanan mual/muntah b.d kejang
Tanda : kerusakan jaringan lunak
6. Neurosensorik
Gejala : riwayat sakit kepala ,aktifasi kejang berulang,pinsan,pusing,kejang
7. Nyeri
Gejala : sakit kepala ,nyeri otot
Tanda : sikap berhati-hati
8. Pernafasan
Gejala : sianosis,pernafasan menurun
9. Keamanan
Gejala : riwayat terjatuh/trauma






G. Dx Keperawatan
1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelemahan imobilitasi
H. Intervensi
1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang
• Pertahankan tirah baring saat kejang
Rasional : melancarkan sirkulasi
• Pasang restain tempat tidur
Rasional : keamanan pasien
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan denagn ketidakmampuan menelan
• Kaji kemampuan klien untuk menelan, mengawasi sekresi
Rasioanal : mengetahui kemampuan menelan klien
• Kaji bising usus
Rasional : mengetahui keadaan organ pencernaaan
• Konsultasi dengan ahli gizi
Rasional : menjaga kebutuhan nutrisi klien
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
• Atur posisi datar pada paisen, miringkan kepala saat kejang
Rasional : untuk melancarkan sirkulasi
• Lakukan penghisapan sesuai indikasi
Rasional : untuk mengeluarkan sekret
• Beri oksigen tambahan sesuai kebutuhan
Rasional : mengurangi sesak

4. Kerusakan kulit berhubungan dengan kelemahan mobilitas
• Kaji adanya luka
Rasional : mengetahui adanya luka
• Skin care
Rasional : menjaga kebersihan dan kenyamanan
• Ubah posisi tiap jam
Rasional : mencegah terjadinya penumpukan cairan













DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Corwn, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marlyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Huddak dan Gallo. 1996. Perawatan Kritis, Edisi VI, Volume II. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Acisculapus.
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, Judith. M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NIC NOC. Jakarta: EGC.

meningitis

MENINGITIS
A. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membrane yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur (Bare, 2002 : 349)

Meningitis adalah suatu peradangan akut pada selaput otak yang disebabkan oleh bakteri, meningitis bakteri, virus, meningitis non bakteri (Bruner and suddarth, 2001 : 389)

Meningitis adalah suatu peradangan akut pada selaput otak yang diakibatkan oleh bakteri, virus, meningitis bakteri, meningitis non bakteri 90% terjadi pada anak umur 1 bulan-5 tahun (brunner and suddarth, 2001 : 386)

B. Penyebab
Sebab-sebab meningitis
1. H. Influenza strepsococcus pneumonia neisserio meningitides (95% anak diatas 2 bulan)
2. H. Influenza dominan anak (usia 3 bulan-3 tahun)
3. Streptococcus B Hemolitikus
4. Stapillococcus avreus E.coli
5. Streptococcus hemolitikus e.coli pada neonatus
6. M. Meningokok atau serebrasi Pinal Epidemik Droplet Sekresi Nasofaring
(Bare, 2002)

C. Patofisiologi
Meningitis Bakteri dimulai sebagai infeksi dan orofaring dan diikuti dengan septicemia yang menyebar ke meningen otak dan daerah medulla spinalis bagian atas. Faktor predisposisi antara lain infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinafasis. Prosedur bedah syaraf baku dan trauma kepala.
Pengaruh imunologis
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah saluran mastoid menuju otak dan dekat dengan saluran vena-vena meningen semua ini penghubungan yang menyokong perkembangan bakteri organism masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah konteks yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah sereloral mengalami gangguan metabolism akibat eksudat meningen. Vaskulisis dan hipoperfusi eksudat vonulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis.
(Ginsberg. L, 2004)

D. Manifestasi klinis
1. Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK
2. Perubahan pada tingkat kesadaran
3. Iritasi meningen
4. Regiditasi nukal
5. Tanda kering positif
6. Tanda Brudzinski
7. Kejang
8. Ruam
9. Infeksi fulminating
10. Demam
11. Takikardi
(Smelszer, 2002)

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang berhasil tergantung pada pemberian antibiotic yang melewati darah atau barrier otak ke dalam ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk mengehentikan perkembangan bakteri cairan serebrospinal (css) dan darah perlu dikultur dan diterapi anti mikroba dimulai segera dapat digunakan penicillin dan ampicilin atau klorapenikal. Anti biotic jenis lain digunakan jika diketahui strenin bakteri resisten.
Dehidrasi atau syok dapat diobati dengan pemberian tambahan volue cairan kejangdapat terjadi pada awal penyakit dikontrol dengan menggunakan diazepam atau fenifan. Diuretic osmatik (manitol) dapat digunakan untuk mengobati edemam serebral.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak, analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Pemeriksaan darah ini terutama sel darah marah yang biasanya meningkat diatas normal. Pemeriksaan serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
2. Pemeriksaan Radiologi
CT-scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit syaraf lainnya. Hasilnya biasanya normal kecuali pada penyakit yang parah
(longan, 2008)

G. Fokus Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : gangguan tidur, kelemahan
Tanda : Kelemahan otot, penurunan rentang gerak

2. Integritas ego
Gejala : Factor stress, contoh financial. Perasan tak berdaya, taka ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, perubahan kepribadian

3. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-kejang, kaku kuduk
Tanda : gangguan status mental, ketidak mampuan berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran

4. Makanan dan cairan
Gejala : Penurunan berat badan, malnutrisi, menolak untuk makan, anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, kemampuan menelan buruk
Tanda : perubahan turgor kulit, penurunan otot, otot-otot mastikasi lemah

5. Nyeri dan Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, Kejang, demam
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi gelisah

6. Interaksi social
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga

7. Personal Hygiene
Gejala : Menurunnya perawatan diri

H. Dx Keperawatan dan Fokus Intervensi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kurang aktivitas
Tujuan : paisen tidak terjadi ulkus
Kriteria hasil :
- Mengenal perubahan pada struktur kesehatan yang mempengaruhi kulit
- mengikuti strategi pengendalian resiko yang dipilih

Intervensi
i. Tinggikan bagian kepala tepat tidur
ii. gunakan teknik yang benar dalam mengubah posisi, meindahkan dan memiringkan
iii. ganti posisi pasien setiap 1-2 jam secara teratur jika memungkinkan
iv. hilangkan kelembaban yang berlebihan pada kulit akibat keringat, drainase luka, inkontinesia
v. gunakan balutan transparan untuk area yang berisiko untuk melindungi kulit dari kebasahan
(Wilkinson, 2006 : 465)


2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan untake in adekuat
Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
-adanya asupan makanan
-asupan cairan oral /IV
Intervensi :
i. Anjurkan keluarga pasien untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
ii. Anjurkan untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat
iii. Anjurkan agar pasien banyak minum air putih
iv. Kolaborasi untuk pemenuhan nutrisi
(Wilkinson, 2006 : 319)

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : pasien akan menunjukkan termoregulasi
Kriteria hasil :
- suhu tubuh dalam rentang normal (36.5 C- 37C)
- Perubahan warna kulit tidak ada
- Nadi dan pernafasan dalam rentang normal
Intervensi
i. Monitor tanda-tanda vital
ii. Pantau tekanan darah nadi dan pernafasan
iii. Pantau adanya perubahan warna kulit
iv. Anjurkan untuk mengompres air hangat
v. Pantau hidrasi
vi. Kolaborasi pemberian anti piretik
(Wilkinson, 2006 : 220)

















DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Corwn elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doengoes Marlyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Huddak dan Gallo. 1996. Perawatan Kritis, Edisi VI, Volume II. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Acisculapus.
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, Judith. M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NIC NOC. Jakarta: EGC.

laporan stroke

STROKE
I. DEFINISI
- Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Bruner dan Suddarth, 2000 ).
- Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah ke otak dan mengakibatkan defisit neurologik ( Lewis, 2000 ).
- Stroke adalah sindrome klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat berupa defisit neurologis lokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih, langsung menimbulkan kematian, semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran otak non traumatik ( Mansjoer, 2000 )
JENIS- JENIS STROKE :
1. SH ( Stroke Hemoragik )
Yaitu stroke yang diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah otak ( Corwin, 2000: 181)
SH ada 2 jenis :
- Hemoragik Intracerebral : pendarahan yang terjadi di jaringan otak.
- Hemoragik Subaraknoid : pendarahan yang terjadi di ruang Subaraknoid.
2. SNH ( Stroke Non Hemoragik )
- Stroke iskemia adalah yang paling ringan dan dapat terjadi secara singkat sekali disebut sebagai Transient Ischemik Attack (TIA)
( Mansjoer, 2000: 307).
- Stroke trombotik, terjadi akibat okulasi aliran darah, biasanya karena aterosklorosis berat. Biasanya pasien mengalami satu atau beberapa terbentuk di luar otak. Sumber-sumber embolus penyebab penyakit ini adalah termasuk jantung berupa infark miokardium atau fibrilasi atrium, arteri karotis komunis atau aorta ( Corwin, 2000:181).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke non hemoragik adalah gangguan fungsi cerebral baik lokal maupun menyeluruh atau oleh darah otak ( obstruksi vaskuler ) berupa tromboli atau emboli yang mengakibatkan iaskemia atau infark.

II. ETIOLOG
- Obesitas/ kegemukan
- Hipertensi
- Diabetes Mellitus
- Penyakit jantung
- Keturunan
- Faktor Usia
- Jenis kelamin

III. TANDA DAN GEJALA
- Hipertensi
- Kelemahan otot
- Kehilangan motorik
- Pusing
- Sulit bicara
- Ketidakseimbangan dan terjatuh

IV. PENATALAKSANAAN
a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark Cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselamatkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol/memperbaiki distrimia ( irama dan frekuensi ) serta tekanan darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan menindikan kepala 15 – 30 menghindari fleksi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
- Anti Koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan pada fase akut.
- Obat anti Trombotik : Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / embolik.
- Bloker calcium : Hemipidin digunakan untuk mengobati fase spasme cerebral.
- Ventral : Digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi sehinggan meningkatkan perfusi dan oksigen otak.

V. PATOFISIOLOGI
Trombosis cerebral merupakan penyebab utama dari cerebrovaskuler accident proses terjadinya berhubungan dengan skleorosis pada arteri carotis dan percabangannya. Namun kadang-kadang dapat disebabkan oleh reaksi peradangan dinding pembuluh darah yang selanjutnya menyebabkan terhambatnya suplai darah dan iskemik jaringan otak, yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan nekrosis ( infark ) jaringan otak, DM, Usia dan merokok merupakan faktor resiko atero sklerosis. Aterosklerosis merupakan kombinasi dari perubahan tumka intim dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun defisit Ca dan disertai pula oleh perubahan pada tumka media dipembuluh darah besar yang mengakibatkan permukaan tidak rata. Pada aliran darah lambat atau saat tidur maka terjadi penyumbatan untuk pembuluh darah kecil dan anterior terjadi penumpukan lipohyalinosis yang dapat menyebabkan miokard infark. Emboli berasal dari trombus yang rapuh atau kristal dalam arteri carotis dan arteri vertebralis yang sklerotik, bila terlepas dan mengikuti aliran darah akan menimbulkan emboli arteri intrakranium yang akhirnya mengakibatkan iskemik otak yan g bila berlangsung lama akan menyebabkan nekrosis ( infark ) jaringan otak dan akan menyebabkan kematian.
Faktor penyebab stroke :
1. DM
2. Aterosklerosis
3. Trombosis
4. Trombus
5. Emboli
6. Oklusi



VI. PATHWAY
Trombosis Embolisme Perdarahan Cerebri

Obstruksi aliran darah ke otak

Peningkatan TIK

Suplai darah dan oksigen ke otak menurun

O2 menurun di otak

Iskemia otak

Infark di otak

Gangguan fungsi otak


Gangguan fungsi Kurang informasi Kehilangan tonus/
motorik kontrol fasial

Kelemahan
anggota gerak Kerusakan
menelan




VII. FOKUS PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor resiko, keadaan bio-psikospiritual. Aktivitas atau istirahat berupa adanya kesukaran terhadap aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis atau hemiplegi, mudah lelah, kesukaran untuk istirahat karena kejang otot atau kelemahan secara umum dan gangguan penglihatan. Peredaran darah berupa adanya riwayat penyakit jantung, adanya hipertensi, denyut nadi bervariasi.
Eliminasi berupa adanya perubahan pola eliminasi, anuria, inkontensia urine, distensi abdomen, tidak ada bising usus ( illeus paralitik ). Nutrisi atau cairan berupa riwayat diabetes melitus, kehilangan nafsu makan. Pada awal kejadian adanya mual atau muntah ( adanya peningkatan intra kranial ) kehilangan senasai pada lidah, dagu, tenggorokan dan gangguan menelan.
Persyarafan berupa adanya sinkop atau pusing, nyeri kepala menurunnya penglihatan atau kekaburan pandangan, gangguan penciuman atau perabaan atau sentuhan menurun terutama pada daerah luka dan ekstremitas, status mental, koma, ekstremitas lemah atau paralisis, tidak dapat menggenggam, paralisis wajah, tidak dapat bicara, berkomunikasi secara verbal, kehilangan pendengaran, penglihatan, sentuhan, refleks pupil, dan dilatasi. Kenyamanan atau nyeri beruapa nyeri kepala, tindakan yang berhati-hati, gelisah, ekspresi wajah tegang atau tention. Pernafasan berupa riwayat perokok, batuk, kesukaran bernafas, ronchi. Keamanan berupa adanya kekaburan penglihatan, kehilanagan rasa terhadap panas, dingin, susah tidur, rasa kecap menurun, adanya perubahan sensori, kehilangan pekerjaan, perubahan sosial.

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d terputusnya aliran darah ke otak.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan anggota gerak.
3. Nutrisi < kebutuhan tubuh b.d kelemahan fisik.
4. Gangguan komunikasi verbal b.d Kerusakan Neuromuskular.
5. Kurang perawatan diri b.d hambatan mobilisasi fisik.


IX. INTERVENSI
1. Dx :
Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d terputusnya aliran darah ke otak ( Wilkinson, 2007)

Tujuan NOC:
- Meningkatnya tingkat kesadaran.
- Meningkatnya fungsi persepsi sensoris.
- Tekanan darah dalam rentang yang diharapkan.
Intervensi NIC:
1. Pantau KU, TTV
Rasional : mengetahui adanya perubahan tanda vital separti respirasi menunjukkan kerusakan perubahan neurologik
2. Pantau dan catat status neurologik
Rasional : mengetahui kencenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan atau resolusi kerusakan sistem saraf pusat ( SSP).
3. Berikan posisi yang nyaman
Rasional : untuk menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi atau perfusi cerebral.
4. Pantau istirahat, aktivitas dan berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional : istirahat yang cukup dengan lingkungan yang tenang mencegah perdarahan kembali
5. Kolaborasi ( Ahli gizi : diit, Dokter : pemberian obat )
Rasional : memberikan terapi penyembuhan ( obat dan nutrisi ).

2. Dx :
Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan anggota gerak (Wilkinson, 2007).
Tujuan NOC :
- Memperlihatkan posisi optimal fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur
- Mampu melakukan aktivitas fisik dan adl
- Mampu mempertahankan keseimbangan tubuh
Intervensi NIC:
1. Pantau tingkat kemampuan mobilisasi
Rasional : untuk menentukan tingkat aktivitas dan bantuan yang diberikan.
2. Atur posisi nyaman
Rasional : meningkatkan sirkulasi seluruh tubuh dan mencegah adanya penekanan pada organ tubuh yang menonjol.
3. Bantu melakukan gerakan sendi
Rasional : mempertahankan fungsi sendi dan mencegah penurunan tonus dan kekuatan otot dan mencegah kontraktur.
4. Kaji kemampuan gerakan motorik, keseimbangan, koordinasi gerakan dan tonus otot
Rasional : untuk melihat penurunan atau peningkatan fungsi sensoris motoris ( fungsi neurologis ).
5. Bantu dalam memenuhi kebutuhan ADL bila kesadaran belum pulih kembali.
Rasional : Mampu memenuhi kebutuhan ADL
6. Lakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain ( fisioterapi )
Rasional : Dengan memberikan terapi fisik akan melatih untuk belajar mandiri.

3. Dx :
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelemahan fisik (Wilkinson, 2007).
Tujuan NOC :
- Berat badan normal
- Tanda-tanda malnutrisi tidak ada
- Kekurangan nutrisi tidak terjadi
Intervensi NIC :
1. Kaji kemampuan mengunyah dan menelan
Rasional : Dapat menentukan pilihan cara pemberian jenis makanan.
2. Auskultasi bising usus
Rasional : untuk menentukan pemberian makanan dan mencegah komplikasi.
3. Timbang berat badan
Rasional : untuk mengetahui perkembangan berat badan.
4. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering baik melalui Nasogastrik tube ( NGT ) maupun oral
Rasional : Memudahkan proses pencernaan dan toleransi terhadap nutrisi.
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemeriksaan protein total, globulin, albumin dan Hb.
Rasional : Untuk mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fungsi organ dan respon nutrisi.

4. Dx :
Gangguan komunikasi verbal b.d Kerusakan Neuromuskular (Wilkinson, 2007).
Tujuan NOC:
- Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dasar
- Menunjukan perbaikan kemampuan untuk mengekspresikan diri dan memahami orang lain.
- Melaporkan penurunan frustasi selama upaya komunikasi.
Intervensi NIC :
1. Ajarkan teknik untuk memperbaiki bicara
Rasional : Untuk memperbaiki bicara, dengan membaiknya bicara percaya diri akan meningkat dan upaya lebih keras untuk berbicara akan dilakukan.
2. Kaji tipe atau derajat disfungsi, se[perti pasien tidak dapat memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Pasien mungkin mempunyai kesulitan memahami kata yang diucapkan ( afasia sensori atau kerusakan pada area wernick ) atau mengucapkan kata – kata dengan benar ( afasia ekspresif atau kerusakan pada area bicara broca ) atau mengalami pada kerusakan pada kedua daerah tersebut.
3. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana seperti buka mata tunjuk pintu ulangi dengan kata atau kalimat sederhana.
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik atau afasia sensorik
4. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana “sh “ atau “ pus”
Rasional : mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara seperti lidah, gerakan bibir, kontrol nafas yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
5. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, tenang dan gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban iya atau tidak.
Rasional : Menurunkan kebingungan atau ansietas selama proses komunikasi dan beresponden pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.

5. Dx :
Kurang perawatan diri b.d Hambatan mobilisasi fisik (Wilkinson, 2007).
Tujuan NOC :
- Mendemontrasikan teknik atau perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
- Melakukan perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
- Mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas yang memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi NIC :
1. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan ( menggunakan skala 0 – 4 ) untuk melakukan kebutuhan sehari – hari.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan
2. Kaji kembali pola kebutuhan personal hygiene pasien.
Rasional : Data dasar dalam melakukan intervensi
3. Jaga kulit agar tetap utuh dan kebersihan kulit pasien dengan cara membantu mandi pasien
R asional : menghindari resiko infeksi kulit
4. Jaga kebersihan tempat tidur, selimut bersih dan kencang
Rasional :mengurangi tekanan dan menghidari luka dekubitus
5. Observasi tanda-tanda infeksi
Rasional : pencegahan infeksi secara dini
6. Lakukan pijet pada kulit dan lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
Rasional : mencegah dekubitus

6. Dx :
Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai sumber- sumber informasi (Wilkinson, 2007).
Tujuan NOC :
- Berpartisipasi dalam proses belajar
- Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi atau prognosis dan aturan terapeutik
- Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
Intervensi NIC :
1. Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu
Rasional : membantu dalam membangun harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman terhadap keadaan dan kebutuhan saat ini
2. Sarankan pasien menurunkan atau membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berfikir
Rasional : stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir
3. Identifikasi faktor-faktor resiko secara individual ( seperti hipertensi, kegemukan, merokok, aterosklerosis, menggunakan kontrasepsi oral)
Rasional : meningkatkan kesehatan secara umum dan mungkin menurunkan resiko kambuh.




DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Corwn elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doengoes Marlyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Huddak dan Gallo. 1996. Perawatan Kritis, Edisi VI, Volume II. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Acisculapus.
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, Judith. M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NIC NOC. Jakarta: EGC.
LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK 6
TENTANG EPILEPSI



Disusun oleh :
1. UJI LUHUR ISTIARTO
2. WIJI HASTUTI
3. WINDIYATUN EKANINGSIH
4. WIRATI ENNY SAYEKTI
5. YUPI NURHASTUTI
6. AKHLIS HIDAYATUL AKBAR
7. ARI MUKTI WIBOWO
8. ITA NUR FIDNIYAH
9. NIKMAH KHURIATI SOLEHAH
10. HAFIZ ILMAN ASVITO
11. FITRI SUSANTI


PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH GOMBONG
2010
EPILEPSI
A. Pengertian
Kejang adalah gangguan sistem SSP local atau sistemik sehingga kejang bukan merupakan suatu penyakit, kejang merupakan tanda paling penting akan adanya suatu penyakit lain sebagai penyebab kejang.
Kejang adalah gerakan otot tubuh secara mendadak yang tidak disadari baik dalam bentuk kronik atau tonik dengan atau tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversible (Tarwoto,2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan cirri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan cirri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonym,2008)

B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) sering terjadi pada :
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cidera kepala, infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
4. Demam, gangguan metabolic (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor otak
6. Kelainan pembuluh darah
C. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerimaan pesan (impuls sensorik) dan merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butirik-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan focus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrite ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, Aktifitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada thalamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penuruna kesadaran.

D. Manifestasi Klinik
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan.
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptic (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
E. Penatalaksanaan Epilepsi
Obat-obatan yang diberikan pada pasien epilepsi tidak langsung menyembuhkan epilepsi, tapi hanya bersifat mengendalikan atau menjarangkan serangan, bahkan menghilangkannya. "Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah bebas kejang," paparnya.
Seorang penyandang epilepsi umumnya memerlukan obat sampai tidak dijumpai lagi serangan dalam jarak waktu tertentu, tergantung dari tipe epilepsi, riwayat epilepsi masa lalu, dan hasil rekaman listrik otak.
Tindakan operasi bisa dilakukan jika pengobatan yang diberikan pada pasien tidak mengurangi keluhan epilepsi. "Di RSCM, tindakan operasi bisa dilakukan jika pemeriksaan MRI menunjukkan ada glioma atau jenis tumor jinak," imbuh dr.Hanafi. Meski sudah dilakukan operasi, namun pasien epilepsi tetap wajib mengonsumsi obat anti kejang.
Yang penting diketahui orangtua, epilepsi tidak selalu mengakibatkan kemunduran kecerdasan pada penderita. Anak juga bisa bisa beraktivitas dengan normal seperti anak sehat lainnya asalkan tetap teratur mengonsumsi obat.
Epilepsi pada anak-anak dapat disembuhkan dengan menjalani pengobatan rutin yang teratur, selama minimal dua tahun sejak kejang yang muncul terakhir. Penanganan yang benar dan rutin terbukti menaikkan tingkat kesembuhan pasien hingga di atas 80 persen.







F. Pathway






























G. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degenerative serebral.
2. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan.
3. Magnetic resonance imaging (MRI)
4. Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alcohol darah.

H. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat keluarga dengan kejang
b. Riwayat kejang demam
c. Tumor intrakranial
d. Trauma kepala terbuka, stroke
e. Riwayat kejang
• Berapa sering terjadi kejang
• Gambaran kejang seperti apa
• Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
• Apa yang dilakukan pasien setelah kejang
• Riwayat penggunaan obat
 Nama obat yang dipakai
 Dosis obat
 Berapa kali penggunaan obat
 Kapan putus obat
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan diagnostic
a. Laboratorium
b. Radiologi


I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan nafas, pola nafas tidak efektif
2. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyebab penyakit dan aturan pengobatan

J. Intervensi
1. Dx : ketidakefektifan jalan nafas, pola nafas tidak efektif
Tujuan dan kriteria hasil :
Menunjukan status respirasi ventilasi
Intervensi :
Mandiri
 Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
R : untuk meminimalkan terjadinya cidera pada mulut.
 Letakan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
R : untuk mengurangi/menhilangkan kejang pada pasien.
 Masukan spatel lidah atau gulungan benda lunak sesuai dengan indikasi
R : untuk mengkondisikan lidah supaya tidak menggulung dan menutupi jalan nafas.
 Lakukan penghisapan lendir sesuai indikasi
R : untuk mengurangi sekret

Kolaborasi
 Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan pada fase posiktal
R : untuk mempertahankan ekspansi paru
 Siapkan untuk melakukan intubasi, jika ada indikasi
R : untuk menghindari komplikasi paru yang lebih lanjut


2. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan dan kriteria hasil :
Menunjukan pengetahuan contoh : penjelasan tentang penyebab penyakitnya/pengobatannya.
Mandiri
 Jelaskan kembali mengenai patofisiologi/prognosis penyakit dan perlunya pengobatan atau penanganan dalam jangka waktu yang lama sesuai indikasi.
R : supaya pasien dan keluarga tau plening/tindakan kperawatan terhadap pasien kedepannya
 Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakan obat sesuai petunjuk, dan tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dokter. Termasuk petunjuk untuk pengurasi dosis
R.:Untuk mengetahui terapi obat, dan tidak terjadi overdosis / salah obat.
 Berikan petunjuk yang jelas pada pasien untuk minum obat bersamaan dengan waktu makan, jika memungkinkan.
R : agar obat dapat bereaksi dengan baik.
 Diskusikan mengenai efek samping secara khusus, seperti mengantuk, hiperaktif, gangguan tidur, hipertrofi pada gusi, gangguan penglihatan, mual/muntah, ruam pada kulit, sinkope/ataksia, kelahiran yang terganggu dan anemia aplastik.
R : memberikan penkes terhadap keluarga dan pasien supaya tau indikasi dari epilepsi.
 Anjurkan pasien untuk menggunakan semacam gelang identifikasi/semacam petunjuk yang memberitahukan bahwa pasien adalah penderita epilepsy.
R : untuk membedakan pasien epilepsi dan yang bukan.
 Tekankan perlunya untuk melakukan evaluasi yang teratur/melakukan pemeriksaan laboratorium yang teratur sesuai dengan indikasi, seperti darah lengkap harus diperiksa minimal dua kali dalam satu tahun dan munculnya sakit tenggorok atau demam
R : untuk mencegah pasien terjangkit penyakit yang sama.
 Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat yang cukup dan hindari bahaya, alcohol, kafein dan obat yang dapat menstimulasi kejang
R : untuk mengetahui status nutrisi dan diet apa yang harus diberikan.
 Tinjau kembali pentingnya kebersihan mulut dan perawatan gigi teratur
R : untuk memenuhi personal higiene pasien.


















DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Corwn elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doengoes Marlyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Huddak dan Gallo. 1996. Perawatan Kritis, Edisi VI, Volume II. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Acisculapus.
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, Judith. M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NIC NOC. Jakarta: EGC.

jalan terbaik

    news

    Portal ke Blog Kelompok Lain

    Google Translate

    cOmmEnT heRe

    Anggota Kelompok 6

    Untuk Lebih Jelas Bisa Di klik pada Gambar

    Taufik Febrianto

    Hafizh Ilman Asvito

    Akhlis Hidayatul Akbar

    Akhlis Hidayatul Akbar

    Uji Luhur Istiyarto

    Wirati Enny Sayekti

    Ari Mukti Wibowo(foto belum ada)

    Windiyatun Ekaningsih

    Ita NurFidniyah

    Wiji Hastuti

    Yupi Nurhastuti

    Nikmah Khuriyati Solehah

    Fitri Susanti