demensia

DEMENSIA

A. DEFINISI

Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif.
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan kesadaran.( Elizabeth Corwin, 2001 )
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzheimer stadium awal.




B. ETIOLOGI
Yang paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer. Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik, karena penyakit ini tampaknya ditemukan dalam beberapa keluarga dan disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen tertentu. Pada penyakit Alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak.
Penyebab ke-2 tersering dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Demensia yang berasal dari beberapa stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac arrest.
Penyebab lain dari demensia adalah:
- Penyakit Pick
- Penyakit Parkinson
- AIDS
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Hidrosefalus bertekanan normal terjadi jika cairan yang secara normal mengelilingi otak dan melindunginya dari cedera, gagal diserap sebagaimana mestinya. Hidrosefalus ini menyebabkan demensia yang tidak biasa, dimana tidak hanya menyebabkan hilangnya fungsi mental tetapi juga terjadi inkontinensia air kemih dan kelainan berjalan.
Orang yang menderita cedera kepala berulang (misalnya petinju) seringkali mengalami demensia pugilistika (ensefalopati traumatik progresif kronik); beberapa diantaranya juga menderita hidrosefalus.
Usia lanjut yang menderita depresi juga mengalami pseudodemensia. Mereka jarang makan dan tidur serta sering mengeluh tentang ingatannya yang berkurang; sedangkan pada demensia sejati, penderita sering memungkiri hilangnya ingatan mereka.

C. MANIFESTASI KLINIS
- Terganggunya daya fisik
- Pelupa
- Apatis (menyendiri)
- Sering mengulang kata – kata
- Disorientasi waktu
- Sulit untuk melakukan kegiatan sehari – hari
- Emosional
- Sulit belajar
- Kurang konsentrasi
- Kurang perawatan diri
- Kurang koordinasi gerakan
Gejala Klinis:
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu
1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang pasif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana. Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
1. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
2. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain, disorientasi gangguan bahasa (afasia) penderita mudah bingung penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”.


3. Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara lain:
Penderita menjadi vegetatif tidak bergerak dan membisu daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.
2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler
daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker, diantaranya:
• Kelainan sebagai penyebab Demensia :
1. Penyakit degenaratif
2. Penyakit serebrovaskuler
3. Keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
4. Trauma otak
5. Infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
6. Hidrosefaulus normotensif
7. Tumor primer atau metastasis
8. Autoimun, vaskulitif
9. Multiple sclerosis
10. Toksik
11. Kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
• Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi:
1. Gangguan psiatrik :
- Depresi
- Anxietas
- Psikosis
2. Obat-obatan :
- Psikofarmaka
- Antiaritmia
- Antihipertensi
- Antikonvulsan
- Digitalis
3. Gangguan nutrisi:
- Defisiensi B6 (Pelagra)
- Defisiensi B12
- Defisiensi asam folat
- Marchiava-bignami disease
4. Gangguan metabolisme :
- Hiper/hipotiroidi
- Hiperkalsemia
- Hiper/hiponatremia
- Hiopoglikemia
- Hiperlipidemia
- Hipercapnia
- Gagal ginjal
- Sindromk Cushing
- Addison’s disesse
- Hippotituitaria
- Efek remote penyakit kanker



D. PENATALAKSANAAN
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa
pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.

E. PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi. Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat “cangkang kosong” dalam diri mereka sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan bagian-bagian otak (self-healing),gejala-gejala pada demensia dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala).

F. PATHWAY
Penurunan fisiologis


Pengkakuan pembuluh darah


Gangguan sirkulasi darah




































G. FOKUS PENGKAJIAN
Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan demensia, pertama-tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia. Untuk dapat membina hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
- Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang / sore /malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
- Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
- Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
- Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
- Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.

Bersikap empati dengan cara:
- Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
- Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti (hindari penggunaan kata atau kalimat jargon)
Bicara lambat , ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika bertanya tunggu respon pasien.
- Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan kata - kata yang sama.
- Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume ditingkatkan, nada harus direndahkan.
- Sikap komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, relaks dan terbuka.
- Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan klien:
• Tidak berisik atau ribut.
• Ruangan nyaman, cahaya dan ventilasi cukup.
• Jarak disesuaikan, untuk meminalkan gangguan.
Mengkaji pasien lansia dengan demensia Untuk mengkaji pasien lansia dengan demensia, saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
• Kurang konsentrasi
• Kurang kebersihan diri
• Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
• Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
• Tremor
• Kurang kordinasi gerak
• Aktiftas terbatas
• Sering mengulang kata-kata.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan efek yang labil, datar atau tidak sesuai.

H. Prioritas Diagnosa
Perubahan Proses berpikir berhubungan dengan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Defisit perawatan diri berhubungan dengan

I. Fokus Intervensi
Dx Keperawatan : Perubahan proses berpikir
Intervensi
Penatalaksanaan delusi : meningkatkan kenyamanan, keamanan, dan orientasi realita pasien yang mengalami keyakinan yang salah yang mempunyai sedikit atau tidak berdasarkan realita. Seperti :
1. Ajarkan keluarga dan orang terdekat tentang cara menghadapi orang yang mengalami delusi
2. Berikan pengajaran kepada keluarga pasien tenteng penyakit pada pasien atau orang terdekat jika yang mendasari penyakit adalah delusi (misalnya delirium dan depresi)
Penatalaksanaan demensia tetapkan modifikasi lingkungan untuk pasien yang mengalami kondisi konfusi kronis

Dx keperawatan : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu makan akibat dari gangguan psikologis (depresi)
Intervensi :
Pengelolaan gangguan makanan : pencegahan dan penanganan pembatasan diet yang berat dan aktivitas

trauma mata

TRAUMA MATA TUMPUL

1. PENGERTIAN
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat dan pencegahan terhadap terjadinya penyulit yang diakibatkannya. Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu:
1. Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii. Penanganan: Kompres dingin 3 kali sehari.
2. Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
3. Ruptura membran descement
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali. Penanganan: Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol.
4. Hifema
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius.
Pembagian hifema:
o Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
o Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
Komplikasi hifema:
• Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada sudut kamera okuli anterior.
• Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea, sehingga kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.
Penanganan terhadap imhibisi kornea: Tindakan pembedahan yaitu keratoplastik.
5. Iridoparese
IridoplegiaAdalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan: Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.
6. Iridodialisis
Iridodialisis ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di sebut dengan pseudopupil.
Penanganan: Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.
7. Irideremia Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.
8. Subluksasio lentis- luksasio lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.
9. Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
10. Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.Penanganan di lakukan secara operatif.
11. Ruptura sklera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.
12. Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan operasi.
2. TANDA DAN GEJALA
• Mata merah
• Rasa sakit
• Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO).
• Penglihatan kabur
• Penurunan visus
• Infeksi konjunctiva
• Pada anak-anak sering terjadi somnolen

3. PATOFISIOLOGI
Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.
4. PENATALAKSANAAN
Trauma tumpul kompres es, istirahatkan Kontusio orbita bedah kamera posisi tegak, dan isrirahatkan mata. Kolaborasikan Hifema anterior penurunan dosis anemia sel sabit dan penggunaan obat anti koagulan waspadai.

5. PENGKAJIAN DASAR
a. Aktivitas dan istirahat
Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/ kemampuan penglihatan.
b. Makan dan minum
Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
c. Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan). Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan. Peningkatan pengeluaran air mata.
d. Nyeri dan kenyamanan
Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata. Tiba-tiba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
e. Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
f. Pemeriksaan penunjang
- Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
- Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
- Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
- Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Dx: Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (tindakan pembedahan).

Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak ada eritema, tidak panas.

Intervensi:
a. Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci tangan ysng bersih sebelum menyentuh mata.
b. Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang cara perawatan dengan kapas yang steril serta dari arah yang dalam memutar kemudian keluar.
c. Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/ menggosok mata.
d. Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi (merah, darinase yang purulen).
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai indikasi.
2. Dx: Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan adanya trauma, penggunaan alat bantu terapi.

Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.

Intervensi:
a. Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.
b. Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.
c. Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah terjadinya pandangan yang kabur, iritasi mata).
d. Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang bervariasi (mendengarkan radio, berbincang-bincang).
e. Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
f. Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara mandiri.
3. Dx: Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.

Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.

Intervensi:
a. Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan di lakukan.
b. Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.
c. Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, “mengedan”, “buang ingus”, bersin atau merokok.
d. Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
e. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.

jalan terbaik

    news

    Portal ke Blog Kelompok Lain

    Google Translate

    cOmmEnT heRe

    Anggota Kelompok 6

    Untuk Lebih Jelas Bisa Di klik pada Gambar

    Taufik Febrianto

    Hafizh Ilman Asvito

    Akhlis Hidayatul Akbar

    Akhlis Hidayatul Akbar

    Uji Luhur Istiyarto

    Wirati Enny Sayekti

    Ari Mukti Wibowo(foto belum ada)

    Windiyatun Ekaningsih

    Ita NurFidniyah

    Wiji Hastuti

    Yupi Nurhastuti

    Nikmah Khuriyati Solehah

    Fitri Susanti