Jigsaw "Dinamika Kelompok dan Manajemen Konflik"

Presentator  : Windiyatun Ekaningsih dan Yupi Nurhastuti
Kultum        : Tri Handayani
Moderator  : Nikmah Khuriyat Solehah


Ciri ciri dinamika kelompok
  • Interaksi : saling mempengaruhi ( mutual influence ) secara fisik maupun verbal, non verbal, emosional dsb
  • Goal : personal goal dan commons goal
  • Struktur : pembagian tugas, pembagian peranan
  • Norm : Social norm dan legalistik norm
  • Groupness : in group feeling, toleransi, solidaritas, konformitas, obediance
  • Entitas
  • Ethos, spirit de corp
Pembentukan kelompok
  • Pembentukan kelompok diawali dengan adanya persepsi atau perasaan yang sama dalam memnuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi untuk memnuhinya, sehingga itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan yang sama dan akhirnya interaksi yang terjai akan membentuk sebuah kelompok
  • Pembentukan kelompok dilakukan dengan menentukan kedudukan masing – msaing anggota ( siap menjadi ketua atau anggota )
  • Interaksi yang terjadi suatu saat akan memunculkan konflik. Perpecahan yang terjadi biasanya bersifat sementara karena kesadaran arti pentingnya kelompok tersebut, sehingga anggota kelompok berusaha menyesuaikan diri demi kepentingan kelompok. Akhirnya setelah terjadi penyesuaian, perubahan dalam kelompok mudah terjadi.

Manajemen Konflik


Hidup adalah masalah, benarkah itu ?
Bisa jadi benar, walau tidak selamanya benar. Ketika apa yang terjadi dalam hidup dan kehidupan membuat hati kita tidak nyaman, maka itu masalah. Dalam hal ini mestinya hidup adalah damai, hidup adalah sejahtera, hidup adalah gotong royong, hidup adalah silaturakhmi, hidup adalah kesahajaan, hidup adalah ibadah, hidup adalah tetek bengek yang membuat kita jadi "enjoy". Nah ketika hidup kita jadi tidak romantis maka sebenarnya ada masalah yang terjadi.
Kondisi seperti itu menjadi sebuah "fenomena" yang selalu menyatu dalam hidup selama masih ada"kehidupan". Dengan demikian sulit seseorang benar-benar dalam hidup yang terbebas dari masalah.Realitanya ada-ada saja masalah yang muncul, apalagi kalua memang "dipermasalahkan".Antara masalah dan terbebas dari masalah itulah yang kerap mendatangkan konflik.
Sebut saja yang sederhana, ketika di malam minggu, hati ingin bergabung dengan saudara-saudara di balai desa dalam rangka gladhen karawitan, (lagi in di desaku), eh hujan dari rintik-rintik malah menjadi semakin deras,maka terjadilah konflik di dalam hati, antara menjaga kesehatan dan menyenangkan jiwa dengan senandung palaran yang mendamaikan hati. Di saat lain, sudah mau beranjak pergi, datanglah tamu yang itu harus dihormati. Repotnya lagi si tamu itu justru orang yang benar-benar dinanti kedatangannya layaknya saudara yang telah berpisah sekian lama.
Contoh tersebut hanyalah secuil kecil permasalahan dalam hidup yang harus dihadapi. Belum berbicara yang besar-besar, yang rumit-rumit, yang kompleks-kompleks, yang menyita enegi, yang menyita pikiran, dan lain-lain. Menghadapi realita hidup demikian agaknya ada satu tawaran yang bisa dicoba secara kontekstual adalah bagaimana mengelola permasalahan itu dengan "manajemen konflik".Ada satu catatan lain seputar konflik mengkonflik, ini sebagai abahan diskusi terutama di dunia pendidikan, sebagai berikut:
Champy dan Nohria dalam Sulaksana menyebutkan tiga pemicu utama yang menggerakkan perubahan lebih cepat ketimbang waktu-waktu sebelumnya yaitu (1) Teknologi khususnya TI, yang telah mentransformasi bisnis sedemikian dramatis; (2) Pemerintah : peninjauan ulang perannya dalam bisnis, karena dewasa ini hampir semua pemerintah di seluruh dunia menggerkkan deregulasi, privatisasi, dan perdagngan bebas; dan (3) Globalisasi, dimana banyak perusahaan di seluruh dunia bersaing men-deliver produk atau layanan yang sama, di mana saja, kapan saja, dengan harga yang makin kompetitif, yang pada gilirannya memaksa organisasi dan perusahaan agar mampu menata diri dengan cara yang radikal.
Dunia pendidikanpun selalu mengadakan inovasi dalam berbagai hal, baik yang menyangkut regulasi dan implementasinya di lapangan, menyiapkan sumber daya (sumber daya manusia atau sumber daya lain), melengkapi fasilitas sarana prasarana, mengganggarkan pembiayaan, membuat kendali, dan hal-hal lain yang bersifat menejerial organisasi di lingkup pendidikan.
Perubahan yang terjadi seringkali membawa dampak ikutan yang salah satunya adalah munculnya konflik dalam berbagai bentuk dan tingkatan.
Meskipun demikian, konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian halnya dengan kehidupan di sekolah, warga sekolah senantiasa dihadapkan pada konflik. Perubahan atau inovasi baru, seperti implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sangat rentan menimbulkan konflik (destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang.
Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi, baik organisasi sekolah maupun organisasi lainnya. Kepala sekolah dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kenyataan di lapangan khususnya di institusi pendidikan, kepala sekolah justru enggan untuk menerapkan manajemen konflik, karena beranggapan kepada paradigma lama dimana konflik lebih besar pengaruh negatifnya (mudaratnya). Lebih dari itu, bagaimana kepala sekolah bersama tenaga kependidikan lainnya dapat memenej konflik untuk meningkatkan mutu sekolah.
Menghadapi dinamika perubahan ini tentu menyisakan berbagai macam problematika. Permasalahan-permasalahan yang timbul itu perlu dikenali, bahkan masalah-masalah yang masih berujud potensi perlu didorong untuk muncul dengan harapan dapat diantisipasi atau dicarikan solusinya agar tidak berdampak negatif terhadap kemajuan sekolah.
Beberapa permasalahan yang muncul atau masih berujud potensi itu antara lain sebagai berikut :
1)    Anggapan bahwa manajemen konflik tidak efektif  untuk meningkatkan mutu sekolah
2)    Manajemen konflik lebih banyak berdampak negatif bagi anggota organisasi.
3)    Kepala sekolah tidak terampil dalam menggunakan manajemen konflik untuk meningkatkan mutu sekolah.
4)    Budaya ganti pemimpin ganti kebijakan. Hal demikian ini sering membuat para pelaku di tingkat bawah menjadi kebingungan karena kebijakan lama belum jelas menampakkan hasil, tetapi sudah harus menyesuaikan dengan kebijakan baru yang perlu penyesuaian kembali.
5)    Belum siapnya sumber daya yang ada terutama para stake holders di tingkat bawah untuk menghadapi perubahan-perubahan yang hampir terjadi setiap saat.
6)    Pemahaman terhadap manajemen sekolah sering membuat kita jadi sulit menentukan pilihan manakah yang harus dilakukan terlebih dahulu.
7)    Pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi masing-masing elemen dari sistem pendidikan di Indonesia masih kurang, sehingga tidak bisa menghayati tugas dan peranannya dalam sistem tersebut.
8)    Penempatan tenaga kependidikan tidak mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas.
9)    Masih dijumpai tenaga kependidikan (guru/kepala sekolah) berperan ganda yang seharusnya lebih fokus terhadap tugas pokok dan fungsinya sebagai pengajar, tepai juga harus mengurus kebutuhan pemenuhan sarana prasaran,  fisik gedung sekolah yang rusak atau kurang layak untuk berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif. Tugas pokok dan fungsi kepala sekolah yang tercermin dalam EMASLIM dirasa sangat berat, padahal SD belum dilengkapi dengan tenaga kependidikan yang khusus bekerja di bidang ketata usahaan, perpustakaan, sehingga praktis semua tugas yang ada di SD menjadi tanggung jawab guru / kepala sekolah.
10)    Budaya reward and punishment yang tidak proporsional, sehingga melahirkan kecemburuan sosial dan menurunnya semangat dan etos kerja.
11)    Pemberlakuan masa jabatan kepala sekolah 4 tahunan, dapat berdampak positif untuk memacu kinerja yang lebih optimal, tetapi dapat pula berdampak negatif terutama bagi kepala sekolah yang sudah memangku jabatan ketika aturan tersebut diberlakukan. Ada gejala post power syndrom dan kecemasan untuk kembali bertugas hanya sebagai guru biasa.
12)    Walaupun realitanya belum berjalan tetapi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen, dimana guru harus memenuhi kualifikasi guru professional dapat mengakibatkan kecemburuan sosial diantara para tenaga kependidikan, mengingat pemberlakukannya tidak serentak. Seleksi awal menggunakan pola yang dianggap kurang fair seperti pendidikan minimal S1 atau D4, masa kerja minimal 20 tahun, golongan minimal IV/a, dan perbandingan jumlah siswa : guru minimal 1 : 25.
Menurut Webster (1966) dalam Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin, istilah “conflict” dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang  menjadi “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan”.
Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin memaknai konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Konflik dapat terjadi pada berbagai macam keadaan dan pada berbagai tingkat kompleksitas. Konflik merupakan sebuah duo yang dinamis.
Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi karena allternatif yang bersifat integrative dinilai sulit didapat. Ketika konflik semacam ini terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap Aspirasi dapat mengakibatkan konflik karena salah satu dari dua alasan, yaitu masing-masing pihak memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka mampu mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri mereka sendiri atau mereka percaya bahwa berhak memeiliki objek tersebut. Pertimbangan pertama bersifat realistis, sedangkan pertimbangan kedua bersifat idealis.
Munculnya konflik tidak selalu bermakna negatif, artinya jika konflik dapat dikelola dengan baik , maka konflik dapat memberi kontribusi positif terhadap kemajuan sebuah organisasi. Beberapa startegei mengatasi konflik antara lain adalah (1) Contending (bertanding) yaitu mencoba menerapkan solusi yang lebih disukai salah satu pihak atau pihak lain; (2) Yielding (mengalah) yaitu menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia menerima kurang dari apa yang sebetulnya diinginkan; (3) Problem Solving (pemecahan masalah) yaitu mencari alternatif yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak; (4) With Drawing (menarik diri) yaitu memilih meninggalkan situasi konflik baik secara fisik maupun psikologis. With drawing melibatkan pengabaian terhadap kontroversi, dan (5) Inaction (diam) tidak melakukan apapun, dimana masing-masing pihak saling menunggu langkah berikut dari pihak lain, entah sampai kapan.
Konflik, dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi, yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen serta menimbulkan perbedaan pendapat, keyakinan, dan ide. Dalam pada itu, ketika individu bekerja sama satu sama lain dalam rangka mewujudkan tujuannya, maka wajar seandainya dalam waktu yang cukup lama terjadi perbedana-perbedaan pendapat di antara mereka. Ibarat piring, banyak yang pecah atau retak, hanya karena bersentuhan dengan piring lainnya.
Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu tahap potensial, konflk terasakan, pertenangan, konflik terbuka, dan akibat konflik. (1) Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi, dan lingkunan merupakan potensi terjadinya konflik; (2) Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh individu, dan mereka mulai memikirkannya; (3) Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di anatara individu atau kelompok yang saling bertentangan; (4) Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan secara terbuka; (5) Akibat konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan kinerja organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik, maka akan menimbulkan keuntungan, seperti tukar pikiran, ide dan menimbulkan kreativitas. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, dan melampaui batas, maka akan menimbulkan kerugian seperti saling permusuhan.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik adalah sesuatu yang wajar terjadi di masyarakat, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. (Wikipedia Indonesia, 27 November 2006) Adapun factor – factor  penyebab konflik antara lain (1) perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan; (2)  Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula. seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya; (3) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, diantaranya menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial; dan (4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Di sekolah, konflik dapat terjadi dalam semua tingkatan, baik intrapersonal, interpersonal, intragrup, intergrup, intraorganisasi, maupun interorganisasi. (1) Konflik intrapersonal,  yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik intrapersonal akan terjadi ketika individu  harus memilih dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan, dan bimbang mana ynag harus dipili untuk dilakukan. Misalnya, konflik antara tugas sekolah dengan acara pribadi. Konflik ini bias diibaratkan seperti makan buah simalakama, dimakan salah tidak dimakan juga salah, dan kedua pilihan yang ada memiliki akibat yang seimbang. Konflik intrapersonal juga bisa disebabkan oleh tuntutan tugas yang melebihi kemampuan. (2) Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik yang terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentuan. Misalnya konflik antar tenaga kependidikan dalam memilih mata pelajaran unggulan daerah. (3) Konflik intragrup, yaitu konflik anta angota dalam satu kelompok. Setiap kelompok dapat mengalami konflik substantif atau efektif.  Konflik substantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena tangapan emosional terhadap suatu situasi tertentu. Contoh konflik intragrup, misalnya konflik yang terjadi pada beberapa guru dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP); (4) Konflik intergrup, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik intergrup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan prsepsi, perbedaan tujuan, da meningkatkatnya tuntutan akan keahlian. Misalnya konflik antar kelompo guru kesenian dengan kelompok guru matematika. Kelompok guru kesenian memandang bahwa untuk membelajarkan lagu tertentu dan melatih pernafasan perlu disuarakan dengan keras, sementara kelompok guru matematika merasa terganggu, karena para pesereta didiknya tidak konsentrasi belajar.; (5) Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagia dalam suatu organisasi. Misalnya konflik antara bidang kurikulum dengan bidang kesiswaan. Konflik intraorganisasi meliputi empat sub jenis : (a) Konflik vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga kependidikan; (b) Konflik horizontal, yang terjadi antar karyawan atau departemen yang memiliki hierarkhi yang sama dalam organisasi Misalnya antara tenaga kependidikan; (c) Konflik lini-staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan leh manajer lini. Misalnya konflik antara kepalA sekolah dengan tenaga administrasi; (d) Konflik peran, yang terjadi karena seserang memiliki lebih dari satu peran. Misalnya kepala sekolah menjabat sebagai ketua dewan pendidikan; (e) Konflik interorganisasi,  yang terjadi antar organisasi. Konflik inter organisasi  terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi bergantung pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara sekolah dengan salah satu organisasi masyarakat.
Metode penyelesaian konflik meliputi :
1.    Dominasi atau supresi
Metode-metode dominasi dan supresi biasanya memilki  dua macam persamaan, yaitu : (a) Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”; (b) Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.
Tindakan supresi dan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut :
a.    Memaksa (Forcing)
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious  obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
b.    Membujuk (Smoothing)
Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara  untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
c.    Menghindari (Avoidence)
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang manajer untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”

d.    Keinginan Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang (majority vote)  dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
2.    Kompromis
Melalui tindakan kompromi, para manajer mencoba menyelesaikan konflik dengan jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengorbankan sasaran-sasaran tertentu, guna mencapai sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan yang dicapai melalui jalan kompromi, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yangberkonflik untuk merasa frustasi atau mengambil sikap bermusuhan. Tetapi, dipandang dari sudut pandanga organisatoris, kompromis merupakan cara penyelesaian konflik yang lemah, karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya suatu pemecahan, yang paling baik membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya. Justru, pemecahan yang dicapai adalah bahwa ke dua belah pihak yang berkonflik dapat “hidup” dengannya. Bentuk-bentuk kompromis mencakup (a) Separasi (Separation), pihak yang berkonflik dipisahkan sampai mereka mencapai suatu pemecahan; (b) Aritrasi (Arbitration), pihak-pihak yang berkonflik tunduk terhadap keputusan pihak keiga (yang biasanya tidak lain dari pihak manejer mereka sendiri); (c) Mengambil keputusan berdasarkan factor kebetulan (Settling by chance), keputusan tergantung misalnya dari uang logam yang dilempar ke atas, mentaati peratuan-peraturan yang berlaku (resort to rules) , dimana para pihak yang bersaingan setuju untuk menyelesaikan konflik dengan berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku; (d) Menyogok (Bribing), Salah satu pihak menerima imbalan tertentu untuk mengakhiri konflik terjadi.
3.    Pemecahan problem integrative
Dengan metode ini konflik antar kelompok dialihkan menjadi sebuah situasi pemecahan masalah bersama, yang dapat dipecahkan dengan bantuan teknik-teknik pemecahan masalah. Pihak-pihak yag berkonflik, bersama-sama mencoba memecahkan problem yang timbul antara mereka. Justu mereka tidak menekan konflik ataupun mencoba mencari suatu kompromis, tetapi mereka secara terbuka bersama-sama mencoba mencari sebuah pemecahan yang dapat diterima oleh semua pihak. Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode (a) Consensus (concencus); (b) Konfrontasi (Confrontation); dan (c) Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals) (Winardi, 1994 : 84- 89)

Jigsaw "Rs Medikal"

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.
Perbandingan antara jumlah ranjang rumah sakit dengan jumlah penduduk Indonesia masih sangat rendah. Untuk 10 ribu penduduk cuma tersedia 6 ranjang rumah sakit.

Terminologi

Selama Abad pertengahan, rumah sakit juga melayani banyak fungsi di luar rumah sakit yang kita kenal di zaman sekarang, misalnya sebagai penampungan orang miskin atau persinggahan musafir. Istilah hospital (rumah sakit) berasal dari kata Latin, hospes (tuan rumah), yang juga menjadi akar kata hotel dan hospitality (keramahan).
Beberapa pasien bisa hanya datang untuk diagnosis atau terapi ringan untuk kemudian meminta perawatan jalan, atau bisa pula meminta rawat inap dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Rumah sakit dibedakan dari institusi kesehatan lain dari kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan medis secara menyeluruh kepada pasien.
Rumahsakit menurut WHO Expert Committee On Organization Of Medical Care: is an integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care, both curative and preventive and whose out patient service reach out to the family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of health workers and for biosocial research

Tugas dan Fungsi

Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit, yaitu :
  • Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,
  • Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis tambahan,
  • Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman,
  • Melaksanakan pelayanan medis khusus,
  • Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,
  • Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,
  • Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,
  • Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,
  • Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal (observasi),
  • Melaksanakan pelayanan rawat inap,
  • Melaksanakan pelayanan administratif,
  • Melaksanakan pendidikan para medis,
  • Membantu pendidikan tenaga medis umum,
  • Membantu pendidikan tenaga medis spesialis,
  • Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,
  • Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,
Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit yang di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas a, b, c, d. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadii sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri kesehatan indonesia melalui keputusan dirjen yan medik.

Jenis-jenis rumah sakit

Rumah sakit umum

Rumah Sakit Pendidikan
Rumah sakit yang dijalankan organisasi National Health Service di Inggris.
Melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.
Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya.
Rumah sakit yang sangat besar sering disebut Medical Center (pusat kesehatan), biasanya melayani seluruh pengobatan modern.
Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan tanpa menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum (klinik). Biasanya terdapat beberapa klinik/poliklinik di dalam suatu rumah sakit.

 Rumah sakit terspesialisasi

Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric hospital), penyakit pernapasan, dan lain-lain.
Rumah sakit bisa terdiri atas gabungan atau pun hanya satu bangunan. Kebanyakan mempunyai afiliasi dengan universitas atau pusat riset medis tertentu. Kebanyakan rumah sakit di dunia didirikan dengan tujuan nirlaba.

Rumah sakit penelitian/pendidikan

Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.

Rumah sakit lembaga/perusahaan

Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum. Biasanya rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.

Klinik

Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu. Biasanya dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter yang ingin menjalankan praktek pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Bentuknya bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik.

Sejarah

Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir. Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai kepercayaan. Kuil Romawi untuk Æsculapius dibangun pada tahun 291 SM di tanah Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama dengan kepercayaan Yunani.
Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang dibiayai anggaran kerajaan.
Rumah sakit pertama yang melibatkan pula konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang diberikan pengajaran oleh tenaga ahli, adalah Akademi Gundishapur di Kerajaan Persia.
Bangsa Romawi menciptakan valetudinaria untuk pengobatan budak, gladiator, dan prajurit sekitar 100 SM. Adopsi kepercayaan Kristiani turut mempengaruhi pelayanan medis di sana. Konsili Nicea I pada tahun 325 memerintahkan pihak Gereja untuk juga memberikan pelayanan kepada orang-orang miskin, sakit, janda, dan musafir. Setiap satu katedral di setiap kota harus menyediakan satu pelayanan kesehatan. Salah satu yang pertama kali mendirikan adalah Saint Sampson di Konstantinopel dan Basil, bishop of Caesarea. Bangunan ini berhubungan langsung dengan bagunan gereja, dan disediakan pula tempat terpisah untuk penderita lepra.
Rumah sakit abad pertengahan di Eropa juga mengikuti pola tersebut. Di setiap tempat peribadahan biasanya terdapat pelayanan kesehatan oleh pendeta dan suster (Frase Perancis untuk rumah sakit adalah hôtel-Dieu, yang berarti "hostel of God."). Namun beberapa di antaranya bisa pula terpisah dari tempat peribadahan. Ditemukan pula rumah sakit yang terspesialisasi untuk penderita lepra, kaum miskin, atau musafir.
Rumah sakit dalam sejarah Islam memperkenalkan standar pengobatan yang tinggi pada abad 8 hingga 12. Rumah sakit pertama dibangun pada abad 9 hingga 10 mempekerjakan 25 staff pengobatan dan perlakuan pengobatan berbeda untuk penyakit yang berbeda pula. Rumah sakit yang didanai pemerintah muncul pula dalam sejarah Tiongkok pada awal abad 10.
Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy. Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian menjamur di seluruh Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada 1751. setelah terkumpul sumbangan £2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit.

Rumah Sakit Dan Perkembangannya di Indonesia

Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama sekali didirikan oleh VOC tahun 1626 dan kemudian juga oleh tentara Inggris pada zaman Raffles terutama ditujukan untuk melayani anggota militer beserta keluarganya secara gratis. Jika masyarakat pribumi memerlukan pertolongan, kepada mereka juga diberikan pelayanan gratis. Hal ini berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh kelompok agama. Sikap karitatif ini juga diteruskan oleh rumah sakit CBZ di Jakarta. Rumah sakit ini juga tidak memungut bayaran pada orang miskin dan gelandangan yang memerlukan pertolongan. Semua ini telah menanamkan kesan yang mendalam di kalangan masyarakat pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di rumah sakit adalah gratis. Mereka tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC, orang Eropa yang berobat di rumah sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya) ditarik bayaran termasuk pegawai VOC.

Komite Etik Rumah Sakit

Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik yang timbul dalam rumah sakit. KERS dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum kedokteran yang muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit. Ada tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan kasus. Jadi salah satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika. Dalam rumah sakit ada kebutuhan akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan diskusi multidisiplin tentang kasus mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses pengambilan keputusan yang terkait dengan permasalahan ini. Dengan dibentuknya KERS, pengetahuan dasar bidang etika kedokteran dapat diupayakan dalam institusi dan pengetahuan tentang etika diharapkan akan menelurkan tindakan yang profesional etis. Komite tidak akan mampu mengajari orang lain, jika ia tidak cukup kemampuannya. Oleh sebab itu tugas pertama komite adalah meningkatkan pengetahuan anggota komite. Etika kedokteran dewasa ini berkembang sangat pesat. Di Indonesia etika kedokteran relatif baru dan yang berminat tidak banyak sehingga lebih sulit mencari bahan bacaan yang berkaitan dengan hal ini. Pendidikan bagi anggota komite dapat dilakukan dengan belajar sendiri, belajar berkelompok, dan mengundang pakar dalam bidang agama, hukum, sosial, psikologi, atau etika yang mendalami bidang etika kedokteran. Para anggota komite setidaknya harus menguasai berbagai istilah/konsep etika, proses analisa dan pengambilan keputusan dalam etika. Pengetahuan tentang etik akan lebih mudah dipahami jika ia diterapkan dalam berbagai kasus nyata. Semakin banyak kasus yang dibahas, akan semakin jelaslah bagi anggota komite bagaimana bentuk tatalaksana pengambilan keputusan yang baik. Pendidikan etika tidak tebatas pada pimpinan dan staf rumah sakit saja. Pemilik dan anggota yayasan, pasien, keluarga pasien, dan masyarakat dapat diikutsertakan dalam pendidikan etika. Pemahaman akan permasalahan etika akan menambah kepercayaan masyarakat dan membuka wawasan mereka bahwa rumah sakit bekerja untuk kepentingan pasien dan masyarakat pada umumnya. Selama ini dalam struktur rumah sakit di Indonesia dikenal subkomite/panitia etik profesi medik yang merupakan struktur dibawah komite medik yang bertugas menangani masalah etika rumah sakit. Pada umumnya anggota panitia ini adalah dokter dan masalah yang ditangani lebih banyak yang berkaitan dengan pelanggaran etika profesi. Mengingat etika kedokteran sekarang ini sudah berkembang begitu luas dan kompleks maka keberadaan dan posisi panitia ini tidak lagi memadai. Rumah sakit memerlukan tim atau komite yang dapat menangani masalah etika rumah sakit dan tanggung jawab langsung kepada direksi. Komite memberikan saran di bidang etika kepada pimpinan dan staf rumah sakit yang membutuhkan. Keberadaan komite dinyatakan dalam struktur organisasi rumah sakit dan keanggotaan komite diangkat oleh pimpinan rumah sakit atau yayasan rumah sakit. Proses pembentukan KERS ini, rumah sakit memulainya dengan membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki kepedulian mendalam dibidang etika kedokteran, bersikap terbuka dan memiliki semangat tinggi. Jumlah anggota disesuaikan dengan kebutuhan. Keanggotaan komite bersifat multi disiplin meliputi dokter (merupakan mayoritas anggota) dari berbagai spesialisasi, perawat, pekerja sosial, rohaniawan, wakil administrasi rumah sakit, wakil masyarakat, etikawan, dan ahli hukum.

Jigsaw "Konsep Sehat Sakit"

BEBERAPA DEFINISI SEHAT SAKIT
1.DEFINISI SEHAT SAKIT MENURUT DASAR KEPERAWATAN
- DEFINISI SEHAT (WHO) 1947
sehat : Suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemhan.
Mengandung 3 karakteristik :
1.Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia.
2.Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan ektersnal.
3.Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.
Sehat bukan merupakan suatu kondisitetapai merupakan penyesesuaian, bukan merupakan suatu keadaan tapi merupakan ptoses.
Proses disini adalah adaptasi individu yang tidak hanya terhadap fisik mereka tetapai terhadap lingkungan sosialnya.
2.DEFINISI SEHAT SAKIT DALAM KEPERAWATAN
- DEFINISI SEHAT PENDER (1982)
Sehat : Perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (Aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten sedangkan penyesesuaian diperlukan untuk mempertahankanstabilitas dan integritas struktural.
- DEFINISI SEHAT PAUNE (1983)
Sehat : Fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (self care Resouces) yang menjamin tindakanuntuk perawatan diri ( self care Aktions) secara adekual.
Self care Resoureces : encangkup pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Self care Aktions : Perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlukan untuk memperoleh, mempertahan kan dan menigkatkanfungsi psicososial da piritual.
3. DEFINISI SEHAT MENURUT PERSEORANGAN
Pengertian sehat menurut perseorangan dan gambaran seseorang tentang sehat sangat bervariasi.
Faktor yang mempengaruhi diri seseorang tentang sakit :
1.Status Pekembangan.
Kemampuan mengerti tentang keadaan sehat dan kemampuan merespon terhadap perubahandalam kesehatan dikatakan dengan usia.
Contoh : Bayi dapat merasakan sakit, tetapi tidak dapat mengungkapkan dan mengatasi.
Pengetahuan perawat tentang status perkembangan individu memudahkan untuk melaksanakan pengkajian terhadap individu dan membantu mengatisipasi perilaku-perilku selanjutnya.
2.Pengaruh sosial dan kultural
Masing-masing kultur punya pandangan tentang sehat dan diturunhan dari orang tua keanak-anak.
Contoh : - Cina : sehat adalah keseimbangan antara Yin dan yang.
- Sosok (ekonomi rendah) flu suatu yang biasa, merasa sehat.
3. Pengalaman masa lalu.
Seseoran dapat mempertimbangkan adanya rasa nyeri / sakit disfungsi (tidak berfungsi) membantu menentukan definisi seorang tentang sehat.
4. Harapan sesorang tentang dirinya.
Seseorang mengharapkan dapat berfungsi pada tingkat yang tinggi baik fisik maupun psikososialnya jika mereka sehat.
Faktor lain yang berhubungan dengan diri sendiri.
1.Bagaimana individu menerima dirinya dengan baik / secara utuh.
2.Self Esleem (harga diri), Body Image (gambaran diri), kebutuhan, peran dan kemampuan.
4. DEFINISI SAKIT
yaitu defiasi / penyimpangan dari status sehat.
PEMONS (1972)
Sakit : gangguan dalam fungsi normal individu sebagai tatalitas termasuk keadaan organisme sebagai siste biologis dan penyesuaian sosialnya.
BAUMAN (1965)
Seseoang menggunakan3 kriteria untuk menentukan apakah mereka sakit :
1.Adanya gejala : Naiknya temperatur, nyeri.
2.Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit.
3.Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari : bekerja , sekolah.
Penyakit adalah istilah medis yang digambarkansebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang menghasilkan berkuranya kapasitas.
Hubungan antara sehat, sakit dan penyakit pada dasarnya merupakan keadaan sehat dan sakit.
1.Hasil interaksi seseorang dengan lingkungan.
2.sebagai manifetasi keberhasilan / kegagalan dalam beradaptasi dengan lingkungan.
3.Gangguan Kesehatan.
Faktor-fktor yang mempengaruhi tingkah laku sehat.
Sehat sakit berada pada sesuatu dimana setiap orang bergerak sepanjang kehidupannya.
1.Suatu skala ukur secara relatif dalam mengukur ke dalam sehat / kesehatan seseorang.
2.kedudukannya : dinamis, dan bersifat individual.
3.Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan kemauan pada titik yang lain.


SEJAHTERA SEHAT-SEHAT MENENGAH
YANG SEKALI – SEKALI NORMAL SAKIT

Tahapan sakit menurut Suchman terbagi menjadi 5 tahap yaitu :
a. Tahap Transisi : individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh ; merasa dirinya tidak sehat / merasa timbulnya berbagai gejala merasa adanya bahaya.
Mempunyai 3 aspek :
- secara fisik : nyeri, panas tinggi.
- Kognitif : interprestasi terhadap gejala.
- Respons emosi terhadap ketakutan / kecamasan.
Konsultasi dengan orang terdekat : gejala perasaan, kadang-kadang mencoba pengobatan dirumah.
b.Tahap asumsi terhadap peran sakit (sick Rok).
Penerimaan terhadap sakit.
Individu mencari kepastian sakitnya dari keluarga atau teman : menghasilkan peran sakit.
Mencari pertolongan dari profesi kesehatan yang lain mengobati sendiri, mengikuti nasehat teman / keluarga.
Akhir dari tahap ini dapat ditentukan bahwa gejala telah berubah dan merasa lebih buruk. Individu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya. Rebcana pengobatan dipenuhi / dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman.
c.Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan
- Individu yang sakit : meminta nasehat dari profesi kesehatan atas inisiatif sendiri.
- 3 tipe informasi :
1. Validasi keadaan sakit.
2. Penjelasan tentang gejala yang tidak dimengerti.
3. Keyakinan bahwa mereka akan baik.
- Jika tidak ada gejala : individu mempersepsikan dirinya sembuh, jika ada gejala kembali pada posisi kesehatan.
d. Tahap ketergantungan
Jika profesi kesehatan menvalidasi (menetapkan) bahwa seseorang sakit : menjadi pasien yany tergantungan untuk memperoleh bantuan.
Setiap orang mempunyai ketergantungan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
Perawat  * Mengkaji kebutuhan ketergantungan pasien di kaitkan dengan tahap perkembangan.
* Support terhadap perilaku pasien yang mengarah pada kemandirian.
e. Tahap Penyembuhan
Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada

Jigsaw "Etika, Kebiasaan Makan, Kebudayaan dan Keyakinan dalam Keperawatan Komunitas"

Presentator  : Akhlis Hidayatul Akbar dan Ari Mukti Wibowo
Kultum         :
Moderator   : Wirati Enny Sayekti

 ETIKA DAN PRAKTEK KEPERAWATAN KOMUNITAS.
Dalam membuat ketentuan moral biasanya kita melihat berbagai peraturan prinsip-prinsip atau teori-teori. Peraturan menyatakab bahwa kegiatan tertentu harus/tidak dilaksanakan ,karena itu benar /salah, contoh adalah bahwa “perawatan harus selalu mengatakan yang benar kepda klien’. dalam keperawatan kesehatan masyarakat prinsip baik dapat diaplikasikan dalam
1. menyeimbangkan bahaya dan keuntungan bagi populasi klien
2. didalam pemakaian untuk analisa keuntungan biaya dalam penentuan dampak kepada populasi klien menyeimbangkan bahaya dan keuntungan
jasa yang membawa keseimbangan besar dari kebaikan diatas keburukan atau untung diatas malapetaka adalah sejalan dengan peraturan prnggunaan. peraturan tersebut berasal dari prinsip kebaikan dan mencakup kewajiban moral untuk menimmbang – nimbang keuntungan terhadap bahaya demi penimbangan keuntungan dan mencegah terulangnya bahaya ( Beauchamp dan Childriss)
1. SOSIAL DAN KULTURAL YANG MEMPENGARUHI PELAYANAN KESEHATAN.
Yang dipakai sebagai pokok pembicaraan dari bab ini adalah tentang kesehatan yang bukan hanya berdasarkan pengetahuan dari penyakit fisik saja, tetapi juga atas pengaruh dari sosialkiultural. sering kali perawat harus merencanakan dan memberikan asuhan kepada individu / keluarga yang kepercayaan kesehatan berbeda dari faham perawat. guna memberikan pelayanan yang efektir dan cocok perawat harus mengenal pentingnya pengaruh budaya dan lain-lain kultural.
2. KONSEP-KONSEP YANG RELEVAN DENGAN BUDAYA
a. Holisme / Seutuhnya
Antropologi percaya bahwa kebudayaan adalah fungsi yang terintegrasi seluruhnya dengan bagian interelasi dan interdependensi. Demikian juga budaya lebih baik dipandang dan dianalisa secara menyeluruh. Berbagai komponen dari budaya seperti politik, ekonomi, agama, persaudaraan dan system kesehatan, melakukan fungsi yang terpisah tetapi kemudian bercampur membentuk perbuatan yang menyeluruh. Jadi untuk mengetahui system dari seseorang harus memandang masing-masing hubunganya dengan orang lain dan dari keseluruhan kulturnya. (Benedict, 1934).
Perubahan budaya biasanya mengundang tantangan – tantangan baru dan berbagai masalah. Perubahan meliputi adaptasi kreatif dari perilaku yang terdahulu yang disebabkan Karena bahasa, adapt, kepercayaa, sikap, tujuan, undang – undang, tradisi dank ode moral. Pada saat yang terdahulu sudah keluar dari mode atau kurang bias diterima dan menjadi sum,ber konflik yang potensial (Elling, ((1977).
b. Enkulturasi
Adalah proses mendapatkan pengetahuan dan menghayati nilai-nilai. Melalui proses ini orang bisa mendapatkan kompetensi dari budayanya sendiri. Anak-anak melihat orang tua dan mengambil kesimpulan tentang peraturan demi perilaku. Pola- pola perilaku menyajikan penjelasan untuk kejadian dalam penghidupan seperti, dilahirkan, maut, remaja, hami, membesarkan anak, sakit penyakit.
c. Etnosentris
Adalah suatu kepercayaan bahwa hanya sendiri yang terbaik. Sangat penting bagi perawat untuk tidak berpendapat bahwa hanya caranya sendiri yang terbaik dan menganggap ide orang lkain tidak diketahui atuau di pandang rendah.
d. Stereotip
Stereotip atau sesuatu yyang bersifat statis / tetap merupakan kepercayaan yang dibeasar – besarkan dan gambaran yang dilukiskan dengan populer dalam media massa dan ilmu kebangsaan. Sifat ini juga menyebabkan tidak bekembangnya pemikiran seseorang.
e. Nilai – nilai Budaya
Sistem budaya mengandung berbagai orientasi nilai. Nilai merupakan bentuk kepercayaan bagaimana seseorang harus perperilaku , kepercayaan adalah sesuatu pertanyaan yang tujuannya berpegang kepada kebenaran tapi mungkin boleh atau tidak boleh berlandaskan kenyataan empiris. Salah satu elemen yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama – sama memiliki budaya yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama memberikan stabilitas dan keamanan budaya, menyajikan standart perilaku. Bila dua orang bersama – sama memiliki budaya yang serupa dan pengalamanya cenderung serupa, nilai – nilai mereka akan serupa , walaupun dua orang tersebut tidak mungkin pola nilai yang tetap serupa , namun mereka cukup serupa untuk mengenal kesamaan dan utuk mengidentifkasi” yang lain sama sepeti saya” (Gooenough, 1966)
3. PERBEDAAN BUDAYA
Sesungguhnya karena tradisi berbeda budaya dan peningkatan mobilitas dan memiliki standart pereilaku yang sama. Individu yang dibesarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan pikiran dan perilaku mereka.
a. Kolektifitas Etnis
Adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan identitas dan memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan ikiran dan perilaku mereka ( Harwood, 1981 )
b. Shok Budaya
Adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu yang latar belakang kulturnya ber beda. Shock budaya sebagai perasaan yang tidak ada yang menolong ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi yang dialami oleh orang luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau secara efektif dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai dan kepercayaan.( Leininger, 1976).
Perawat dapat mengurangi shock budaya dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok budaya dimana ia terlibat. Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang lain yang berbeda budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan kesehatan memerlukan toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan perawat.
c. Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan bahasa ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu cara untuk melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn,1972, bahwa tiap bahasa adalah merupakan jalan khusus untuk meneropong dan interprestasi pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak disadari tetang dunia dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun individu berbicara dengan bahasa yang sama. Perawat kadang kesulitan untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana, bebas dari bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk menentukan ahwa pesan kita bisa diterima dan dimengerti maksudnya.
d. Jarak Pribadi dan Kontak
Jarak pribdi adalah ikatan yang tidak terlihat dan flesibel. Pengertian tentang jarak pribadi bagi perawat kesehatan masyarakat memungkinkan proses pengkajian dan peningkatan interaksi perawat klien. Profesional kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin keseluruh daerah badan klien. Kontak yang dekat sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik, perawat hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan mengenal kebutuhan individu akan jarak dan berbuat yang sesuai untuk melindungi hak privasi.
e. Padangan Sosiokultural Tentang Penyakit dan Sakit Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala cra memberi etika kepada penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan kepada siapa mereka harus mengkomunikasikan masalah – masalah kesehatan dan berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena kesehatan dibentuk oleh faktor – faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan kesehatan, setatus kesehatan, dan pola – pola sakit dan pelayanan didalam dan diantara budaya yang berbeda – beda.Perilaku pelayanan kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan biologis individu yang disertai penghormatan kepada mempertahankan akseptabilitas status kesehatan atau perubahab kondisi yang tidak bisa diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan saling keterkaitkan dan sistem kesehatan ( Elling, 1977 )
4. FAKOR -FAKTOR SOSIOKULTURAL MASYARAKAT
Yang berikut ini adalah daftar faktor – faktor sosiokultural yang menonjol yang harus dikaji dalam masyarakat :






  1. Pengaruh – pengaruh yang selalu ada yang membagi oran kedalam kelompo-kelompok dalam masyarakat seperti etnis, agama , kelas sosial, pekerjaan, tempat tinggal, bahasa, pendidikan, jenis kelamin, kesuksesan dan umur.









  2. Kondisi – kondisi yang menimbulkan konflik sosial dan / aturan jalur social







  3. Sikap terhadap kelompok minoritas, anak muda dengan orang dewasa, pria dengan wanita.







  4. Pembagian masyarakat kedalam tantangan atau distrik dengan karakteristikny







  5. Jalur – jalur formal dan informal utuk komunikasi diantara berbagai program dan masyaraka







  6. Kendala -kendala timbul akibat perbedaan kepercayaan budaya praktek







  7. Politik orientasi dimasyarakat (sikap terhadap autoritas serta pemakaiannya pada masalah kesehatan .







  8. Pola – pola migrasi baik didalam maupun diluar masyarakat dan pengaruhnya terhadap jasa pelayanan kesehatan.







  9. Hubungan agama dan pengobatan dalam masyarakat (siapa dan apa penyebab dari penyakit dan bagaimana cara mencegahnya.







  10. Betuk penyakit atau sakit yang dipandang oleh berbagai anggota masyarakat bagaimana hal itu bisa timbul (kondisi budaya yang spesifik, seperti penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara panas dan dingin atau penyakit yang disebabkan oleh magig)\



5. FAKTOR – FAKTOR SOSIOKULTURAL KELUARGA DAN / ATAU
INDIVIDU
Bila mengkaji keluarga atau individu perawat kesehatan masyarakat harus menyadari yang berikut :
1. Kekhasan keluarga, peranan yang dipegagan oleh keluarga dan kerabat, pola – pola pemukiman
2. Berbagai jenis ritual dan berbagai upacara yang dianggap penting dalam siklus kehidupan seperti kelahiran, kematian, masa remaja, pernikahan.
3. Kepercayaan kesehatan dan nilai-nilai anggota keluarga dan arti sosial yang bergantung kepada kesejahteraan dan sakit :
a. Kepercayaan mengenai organ rubuh dan / atau sistem dan bagiamana cara berfungsinya.
b. Metode tertentu yang dipakai untuk mempertahankan kesehatan, seperti higine dan praktek merawat diri sendiri
c. Sikap terhadap imunisasi , penyaringan dan usaha – usaha pencegahan yang lian
d. Kepercayaan dan praktek diseputar konsepsi, hamil, melahirkan, laktasi dan membesarkan anak
e. Skap terhadap penyakit mental, cacat, mati.
4. Orang dalam keluarga yang bertanggung jawab untuk berbagai kepercayaan kesehatan dan prakteknya dari program kesehatan yang sudah ditentukan.
5. Topik kesehatan yang sensitif atau dilarang oleh klien
6. Kemungkinan konflik diantara keluarga mngenai kepercayaan kesehatan dan prakteknya dari program kesehatan yang sudah ditetukan.
7. Kepercayaan dan peraturan dan pilihan atau keraguan mengenai makanan yang bisa diyakini sebagai penyebab atau obat untuk penyakit.
8. Cara yang sesuai dengan budaya bila memasuki atau keluarga dari ruangan, termasuk salam, ucapan selamat jalan, dan jam yang memudahkan kunjungan.
Selain disebutkan diatas, kita juga perlu mendalami karakteristik individual anggota masyarakat. Karakteristik adalah ciri-ciri khusus yang ada pada seseorang, yang membedakan satu dengan yang lainnya. Karakteristik merupakan ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti jenis jenis kelamin, umur serta status sosial seperti, tengkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya.
6. KONSEP – KONSEP KUNCI / RANGKUMAN
1. Budaya memungkinkan kita untuk bisa menginterprestasi lingkungan dan
kegiatan orang seputar kita dan beperilaku dengan cara yang sesuai
2. Sementara antropologi memandang budaya sebagai satu tatanan peraturan menyiapkan individu untuk berperilaku dan menginterpasikan perilaku orang lain.
3. Konsep holisme memerlukan perilaku orang agar tidak terkurung dari konteks dimana berlangsung dan budaya dipandangan dengan baik dan dianalisa secara keseluruhan.
4. Budaya tidak pernah statis tapi merupakan proses yang konstan untuk menambah dan mengurangi elemen – elemen.
5. Enkulturasi merupakan proses mendapatkan pengetahuan dan penghayatan nilai-nilai, dengan [roses tersebut untuk memperoleh kompetensi kultur
6. Karena kita seringkali memandang dunia pandangan kita, seringkali kita menganggap budaya kita adalah yang terbaik / etnosentris.
7. Sangatenting bagi perawat untuk mempertimbangkan cara sendiri sebagai yang terbaik dan ide orang lain tidak diperdulikan dan dipandang inferior.
8. Stereptip adalah kepercayaan yang dibesar – besarkan dan image – imege yang dimunculkan dalam media sebagai kriteria kebangsaanya image – imege itu palsu: menyelubungi perbedan yang penting dikalangan kelompok dan membesar – besarkan itu diantara kelompok.
9. Nilai – nilai budaya adalah panduan yang menonjol dan tekun mempengaruhi pikikiran dan kegiatan orang.
10. Orang yang dibesarkan didalam koletifikasi etnis ( kelompok yang sama dari asal yang biasa, perasaan identitas dan mempunyai standart perilaku yang sama ) seringkali memerlukan dari pengalaman itu norma – norma budaya yang menentukan jalan pikiran dan perilaku dari anggota individu itu.
11. ” Shock budaya ” adalah salah satu pengaruh karena bekerja dengan individu yang latar belakang kulturnya berbeda


Kesehatan
Kesehatan adalah suatu keadaan yang utuh serta dinamis dalam siklus kehidupan, sehingga manusia dapat berfungsi dan menyesuaikan diri secara terus menerus terhadap perubahan yang timbul, untuk memenuhi kebutuhan essensial dalam hidupnya sehari-hari. Apabila terjaadi gangguan terhadap salah satu taktor dapat pula menyebabkan terjaadinya gangguan keseimbangan faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya keadaan tidak sehat walaupun tidak terdapat penyakit ataupun kelainan patologis. Persepsi seseorang terhadap keadaan sehat tidak sama. Tergantung pada latar belakang pendidikan dan budayanya.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sakit merupakan keadaan yang tidak seimbang dari seseorang sebagai akibat adanya pengaruh luar atau dari dalam diri manusia itu sendiri

Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang bekerja sama dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga merupakan organisasi yang mempunyai batas-batas tertentu. Satuan terkecil dari masyarakat disebut keluarga. Setiap masyarakat mempunyai ciri-ciri tertentu yang dicerminkan oleh keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat tersebut. Dari uraian di atas, pada dasarnya pengertian Perawatan Kesehatan Masyarakat adalah kegiatan pelayanan yang memadukan ilmu dan seni perawatan dengan kesehatan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan kliennya akan pelayanan kesehatan baik sebagai individu, keluarga dan masyarakat dalam lingkungan tertentu. Pelayanan keperawatan yang diberikan berbentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan melalui Puskesmas dan Rumah Sakit seperti yang dikembangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional.
Selanjutnya dari pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa, pelayanan
keperawatan yang diselenggarakan mencakup unsur kesehatan masyarakat, yaitu peningkatan, pcncegahan, penyembuhan dan pemulihan. Dengan demikian dalam memberikan pelayanan keperawatan harus pula memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan klien. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Faktor lingkungan, yaitu lingkungan sosial budaya. fisik dan biologik dimana keluarga tumbuh dan berkembarg.
b. Faktor perilaku dari keluarga, baik sebagai satu kesatuan terkecil dalam masyarakat maupun perilaku dari tiap individu yang menjadi anggauta keluarga tersebut.
c. Faktor pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan. Terutama pelayanan kesehatan keluarga baik sebagai upaya pelayanan swadaya masyarakat dan keluarga itu sendiri.
d. Faktor keturunan, yaitu sifat genetika yang ada dan diturunkan kepada keluarganya.

2. Tujuan.
Tujuan pelayanan perawatan kesehatan masyarakat adalah :
a. Menunjang peningkatan fungsi puskesmas sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat, pusat pembinaan peran serta masyankat dan sebagai pusat pelayanan kesehatan dalam mewujudkan kwalitas hidup yang lebih baik. Kwalitas hidup yang lebih baik ini ditandai, antara.lain dengan:
• Semakin menurunnya angka kematian bayi, anak balita dan ibu bersalin
• Semakin diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS) oleh masyarakat.
• Terwujudnya masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam keluarga dan lingkungannya.


b. Membantu masyarakat mengenal sedini mungkin masalah kesehatan dan dapat menemukan serta menetapkan upaya penanggulangannya yang pada akhirnya masyarakat mampu mandiri dalam mengatasi masalah kesehatannya.


c. Membantu dan mendorong masyarakat berperan serta dalam upaya meningkatkan derajat kesehatannya.

3. Sasaran.
Sasaran dari pelayanan perawatan kesehatan masyarakaat adalah individu, keluarga dan masyarakat sebagai suatu kesatuan sistem, Namun demikian sejalan dengan pencapaian sasaran pembangunan di bidang keesehatan prioritasnya diarahkan kepada bayi, anak balita dan ibu hamil.Telah disebutkan di atas bahwa individu, keluarga dan masyarakat sebagai suatu kesatuan sistem. Ini berarti pelayanan perawatan yang diberikan tidak hanya terbatas pada individu saja, tetapi mencakup pula anggauta keluarga lainnya yang berada dalam keluarga termasuk keluarga-keluarga disekelilingnya. Seperti dikelahui bahwa kesehatan individu keluarga, sallng mempengaruhi terhadap kesehatan anggauta keluarga lainnya.
Tepat kiranya motto "Health began at home". Sehubungan dengan sasaran di atas, maka dalam menyelenggarakan pelayanan perawatan kesehatan masyarakat, perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a. Klien yang dilayani adalah "manusia" yang merupakan makhluk biopsiko-sosio-kultural dan spiritual yang utuh dan unik. Ia mempunyai kebutuhan yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangannya. Untuk itu tenaga perawatan dalam menberikan pelayanan. harus memperlakukan kliennya sebagai manusia seutuhnya dengan pendekatan komprehensif. Tenaga perawatan harus mampu mengidentifikasi, mengkaji kebutuhan klien, mengembangkan kemampuannya dan menolong untuk mengatasi keterbatasannya dalam menggunakan sumber daya guna memenuhi kebutuhannya.
b. Klien beserta factor-faktor yang mempengaruhi kesehatannya yang dihadapi oleh pelaksana pelayanan keperawatan tidak sama dan jarang berbentuk kejiadian yang berulang. Dengan demikian bagi tenaga keperawatan hal tersebut akan merupakan pengalaman belajar secara terus nenerus. Kehidupan masyarakat merupakan pelaiaran dan pengalaman yang tiada akhirnya dan selalu mempunyai ciri yang berbeda-beda. Untuk itu tenaga keperawatan harus peka, tanggap,mampu dan tepat dalam menetapkan jalan keluar untuk menanggulangi masalah yang dihadapi yang sulit diperkirakan sebelumnya.

C. Konsep Sosiologi Dalam Keperawatan Komunitas.
Kehidupan manusia pada hakikatnya adalah sebuah sistem. Masing-masing aspek sebenarnya saling kait mengkait dan menunjukkan adanya proses sebab-akibat, Sebagai contoh di suatu masyarakat sedang terjadi wabah peyakit diare. Pertanyaanya adalah mengapa terjadi wabah penyakit tersebut ? Jawabnya : karena di daerah tersebut terjadi bencana banjir, sehingga penduduk kesulitan air bersih dan fasilitas-fasilitas kebutuhan sehari-hari yang tidak sehat. Timbul pertanyaan lagi, mengapa banjir ? Karena hutan-hutan ditebangi, dan begitu seterusnya, pertanyaan-pertanyaan yang terkait ruang dan waktu. Peristiwa sosial ini juga dilatarbelakangi dan menimbulkan dampak dalam bidang sosial, ekonomi, etika dan moralias.


Dengan ilustrasi contoh di atas bahwa setiap fenomena kehidupan manusia itu sebenarnya menyangkut berbagai asfek yang saling terkait, ada yang langsung adan ada yang tidak langsung. Pertanyannya adalah bagaimana penerapan konsep sosiologi dalam keperawatan komunitas ? Penerapan konsep sosiologi dalam keperawatan komunitas menuntut seorang perawat komunitas berkemampuan berpikir matang untuk menghadapi dan memecahkan masalah sosial yang berhubungan dengan kesehatan di masyarakat, menyadari bahwa sakit adalah merupakan suatu fenomena sosial, yaitu :
1. Sakit bukan hanya permasalahan masuknya bakteri, virus kedalam tubuh kita, atau tidak berfungsinya organ-organ tubuh akaibat masuknya benda luar ke dalam tubuh. Sakit juga memiliki implikasi sosial (person, 1951).
2. Penyakit merupakan pelepasan dari tekanan yang tak tertahankan, penyakit membantu untuk menanggung kegagalan pribadi, sakit dapat digunakan untuk memperoleh perhatian, masuk rumah sakit dapat dianggap sebagai liburan., penyakit dapat digunakan sebagai alat kontrol sosial., penyakit dapat dijadikan alat untk menghapus perasaan berdosa (Foster, 1986).


Masyarakat di dalam konsep sosiologi merupakan subyek dan sekaligus obyek yang harus dipelajari. Sedangkan di dalam keperawatan komunitas maka masyarakat merupakan sasaran pelayanan keperawatan. Cukup jelas bahwa ketika menerapkan pelayan keperawatan kesehatan masyarakat (Komunitas) maka seorang perawat komunitas haruslah memahami tentang konsep sosiologi sehingga dalam memerikan asuhan dapat terlaksana secara optimal. Tujuan dengan dipelajarinya konsep sosiologi (Awan Mutakim dalam Pendidikan Ilmu Sosial, Depdikbud, 1997/1998), adalah :
1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.


2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan-keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang brkembang di masyarakat.


4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, kemudian mampu mengambil tindakan yang tepat.


5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.
Karena sakit adalah merupakan salah satu fenomena sosial dan sakit juga merupakan permasalahan dalam kesehatan maka tujuan dari dipelajarinya konsep sosiologi di dalam Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut secara langsung dan tidak langsung berlaku juga penerapannya di dalam kesehatan khususnya untuk pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat (keperawatan komunitas).
Model kepercayaan kesehatan adalah salah satu konsep yang paling banyak digunakan untuk memahami perilaku kesehatan. Berkembang pada awal tahun 1950
Model konsep yang sukses digunakan lebih dari setengah abad dalam mempromosikan keselamatan dan perilaku kesehatan antara lain , penggunaan kondom, seat belt, pemenuhan panggilan kesehatan, screening kesehatan , dll
Model Kepercayaan kesehatan didasarkan kepada pemahaman seseorang percaya memeliharaa kesehatanya dihubungkan dengan aktifitasnya.contohnya jika orang tersebut :
Menghindari perasaan mempunyai kondisi kesehatan yang lemah ( pada pasien2 HIV ) Mempunyai harapan positip dengan kesehatanya, jika melaksanakan apa yang direkomendasikan petugas kesehatan Percaya akan sukses dengan aktifitas yang di rekomendasikan oleh tim medis.

Jigsaw "ASUHAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL " (In English Language

Presentator : Taufik Febrianto
Kultum       : Yupi Nurhastuti
Moderartor: Wiji Hastuti   

Nursing is the care provided nursing services to patients both individuals, groups, families and society in a state of ill health and holistic (biology, psychology, social, spiritual and cultural) in a range of approaches life with the nursing process (assessment, nursing diagnosis, intervention, implementation and evaluation). Orphanage nursing can be given medical surgical nursing care, children, maternity, mental, emergency, family, community and gerontik.
       Nursing farm family is nursing care that is important to be discussed, because the families of nursing care is part of the nursing care of communities where the family is the smallest part of the community of individuals and groups. The success of family health or nursing is one measure of success in health or community nursing.
In the family inter-cultural interaction, adaptation and sustain a culture where the culture is a belief or behavior that humans inherited or taught to the next generation.

Cultural characteristics can be described as follows: 

  • culture is a universal experience that there is no exact same culture, 
  • culture are stable, but also dynamic because of the culture passed on to the next generation so that the experience changes and
  • culture charged and determined by human life itself (Leininger, 1978)


       From the above phenomenon can be seen that the nursing care of families not be separated from the culture or who are always transkultural can affect the results of the assessment of nursing care that families need to examine the nursing care of families returning from the assessment, determination of nursing diagnoses, interventions, implementation to evaluation by that approach transkultural can enhance the professional skills that include intellectual abilities, technical and interpersonal skills in carrying out nursing care, especially in the family. In this paper will discuss the nursing care of families with transkultural approach in theory, applications in the field until the gap between theory and fact.


       Orphanage nursing is a process or series of activities in practice nursing provided to clients in accordance with the background culture. Orphanage nursing directed individual according memandirikan with the client culture. Strategies used in nursing care is the protection / maintain the culture, accommodating / negotiation culture and change / replace the culture of clients (Leininger, 1991).

DEFINITIONS

       Transcultural Nursing is an area / areas of cultural science at process of learning and the focus of nursing practice at the differences and similarities among cultures with respect to the care, health and illness based on the value of human cultures, beliefs and actions, and this knowledge is used to provide nursing care in particular culture or cultural integrity to humans (Leininger, 2002).
       Fundamental assumptions of the theory is the behavior of Caring. Caring is the essence of nursing,distinguished, dominating and unifying action nursing. Caring actions are said to be action taken in
provide support to individuals as a whole. Caring behavior should given to humans since birth, in the development and growth, the defense until the man is dead dikala. Human caring is generally said to be all things relating to the support and guidance on a whole human being. Human caring is a phenomenon that where the universal expression, structure and patterns vary between cultures one place with other places.


  1. The concept of Transcultural Nursing


  1. Culture is the norm or rule of action group members studied, and divided and provides guidance in thinking, acting and decision.
  2. Cultural values is the desire of individuals or a more desirable actionor something that sustained action at a particular time andunderlying actions and decisions.
  3. Cultural differences in nursing care is a form of
  4. Daei optimal provision of nursing care, referring to the possibility ofvariations in nursing approach is needed to provide care culture that values individual cultural values, beliefs and actions including sensitivity to the environment of the individuals who come and individuals who may come back again (Leininger, 1985).
  5. Is ethnocentric perceptions held by individuals who consideredthat culture is the best among cultures that haveby others.
  6. Ethnically related to humans from a particular racial or cultural groupclassified according to the characteristics and habits of the ordinary.
  7. Ras is the difference of human kinds is based ondiscredit human origins
  8. Ethnography is the study of culture. Methodological approachon ethnographic research allows nurses to develophigh awareness of cultural differences of each individual, explainsbasic observations to study the environment and the people, and eachprovide reciprocal between the two.
  9. Care is a phenomenon associated with guidance, assistance,behavioral support to individuals, families, groups with the incident to meet the needs of both actual and potential to improve conditions and quality of human life.
  10. Caring is a direct action aimed at guiding,support and guide individuals, families or groups on the circumstances actual or anticipated the need to improve the living conditions humans.
  11. Cultural Care with respect to cognitive ability to know the value,beliefs and patterns of expression that is used to mebimbing, support or provide an opportunity individuals, families or groups to maintain health, healthy, grow and survive, livethe limitations and achieve a peaceful death.
  12. Culturtal imposition with regard to the tendency of health workers to impose its beliefs, practices and cultural values on other people because they believe that the idea held by nurses is higher that other groups.


Paradigm Transcultural Nursing
       Leininger (1985) defines a paradigm as a Transcultural Nursing
perspective, beliefs, values, concepts in the implementation of care
nursing in accordance with the cultural backgrounds of the four concepts
central nursing, namely: human, health, environment and nursing (Andrew
and Boyle, 1995).

1. Humans

Humans are individuals, families or groups who have values
and norms and are believed to be useful to set options and
make a choice. According to Leininger (1984) humans have
tendency to maintain the culture at any time anywhere
he was (Geiger and Davidhizar, 1995).

2. Healthy

Health is the overall client-owned activities in the filling
life, lies in the range of ill health. Health is a
beliefs, values, patterns of activity in the cultural context that is used to
preserve and maintain the balance / health which can be observed
in daily activities. Clients and nurses have the same goal
namely to maintain good health in a range of healthy-sick
adaptive (Andrew and Boyle, 1995).

3. Environment

Environment is defined as a phenomenon that affects the overall
development, beliefs and behavior of the client. Environmental viewed
as a totality in which the client lives with another culture
interact. There are three forms of the environment: physical, social and symbolic.
Physical environment is the natural environment or created by humans such as
equatorial regions, mountains, dense settlement and climate at home
Eskimo area almost closed because there was no sun
throughout the year. Social environment is the entire social structure
associated with the socialization of individuals, families or groups in
the wider community. In the social environment of individuals must
follow the structure and rules that apply in that environment.
Symbolic environment is the overall shape and symbols
cause individuals or groups feel united like music, art,
life history, language and attributes used.

4. Nursing

Orphanage nursing is a process or series of activities in practice
nursing provided to clients in accordance with the background
culture. Nurturing individual nursing memnadirikan addressed in accordance
with the client culture. Strategies used in nursing care
is the protection / maintain the culture, accommodating / negoasiasi
culture and change / replace the culture of clients (Leininger, 1991).

    a. I: Maintaining the culture

Maintaining a culture done if the patient does not contradict the culture
health. Planning and implementation of nursing provided
in accordance with the values that have been relevant to the client that owned
clients can improve or maintain their health status,
such cultural exercise every morning.
   b.  II: Negotiation of culture

Nursing intervention and implementation at this stage is to
help clients adapt to a more specific cultural
health benefit. The nurse helps the client
to choose and determine the other cultures are more supportive of increasing
health, such as pregnant client has refused to eat the
smells fishy, the fish can be replaced with animal protein sources
other.
   c. III: Restructuring culture

Cultural restructuring done when the client-owned cultural
adverse health status. The nurse seeks to restructure the force
client's life which usually become non-smokers to smoke. Pattern plans
usually chosen to live a more profitable and in accordance with
held beliefs.

Transcultural Nursing  Process
       Conceptual model developed by Leininger in explaining
nursing care in a cultural context described in the form of the sun
published (Sunrise Model) as found in Figure 1. Geisser (1991)
states that the nursing process is used by nurses as
foundation of thinking and provide solutions to client problems (Andrew and
Boyle, 1995). Management of nursing care from the beginning stages implemented
assessment, nursing diagnosis, planning, implementation and evaluation.

1. Assessment

Assessment is the process of collecting data to identify
clients' health problems according to the cultural background of clients (Giger and
Davidhizar, 1995). Assessments are designed based on existing components 7
on the "Sunrise Model" are:

a. Technological factors (tecnological factors)

Health technology allows individuals to choose or
a supply problem in the service
health. Nurses need to assess: the perception of ill health, habits
medical or health problems, reasons to seek help
health, the reason clients choose alternative medicine and client perception
about the use and utilization of technology to overcome
current health problems.

b. Factors religion and philosophy of life (religious and philosophical factors)

Religion is a symbol that resulted in the view
very realistic for its adherents. Religion provides the motivation
very strong to put truth above all else, even in
for her own life. Religious factors that must be reviewed by a nurse
is: religious beliefs, marital status, the client perspective
the causes of disease, treatment and religious customs
positive impact on health.

c. Social factors and attachment to family (Kinship and social factors)

Nurses at this stage to assess factors: a
complete, nickname, age and place of birth date, gender,
status, family type, decision-making in the family, and
client relationship with the head of the family.

d. Cultural values and lifestyles (cultural values and life ways)

Cultural values is something that is formulated and determined
by adherents of the culture was considered good or bad. Norms
culture is a rule that has limited the application properties
the relevant cultural adherents. That need to be assessed on this factor are:
position and the position held by the head of the family, language
use, eating habits, food conditions dipantang
pain, pain perception associated with daily activities and habits
cleaned up.

e. Policy and regulatory factors that apply (political and legal factors)

Policies and regulations applicable hospital are all
something that affects the care of individual activities
cross-cultural nursing (Andrew and Boyle, 1995). That need to be assessed
at this stage are: regulations and policies related to
visiting hours, number of family members who can wait, how
payments for the client being treated.

f. Economic factors (economical factors)

Clients are treated in hospital utilizing the resources
materials owned to finance his illness to be cured.
Economic factors that must be assessed by nurses include: job
client, the source of medical costs, savings that are owned by the family,
cost from other sources such as insurance, replacement cost of the office
or a joint venture between family members.

g. Educational factors (educational factors)

Client's educational background is in the client experience
formal education through the highest point today. The higher
client education is the belief the client is usually supported by buktibukti
scientific and rational individual can learn to adapt
to culturally appropriate health conditions. Thing
need to be assessed at this stage are: the education level of clients, types
education and its ability to actively self-learning
about the experience of pain that does not happen again.

2. Nursing Diagnosis

Nursing diagnosis is appropriate response to clients' background
culture that can be prevented, modified or reduced through the intervention
nursing. (Giger and Davidhizar, 1995). There are three diagnostic
nursing is often enforced in the care of nursing transkultural
namely: verbal communication disorders associated with differences in culture,
disruption of social interactions related to sociocultural disorientation and
in the treatment of non-compliance related to the value system
believed.

3. Planning and Implementation


Planning and implementation in nursing trnaskultural is
a nursing process that can not be separated. Planning is
a process of choosing the right strategy and execution are
implement appropriate actions cultures denganlatar client (Giger
and Davidhizar, 1995). There are three guidelines are offered in
nursing transkultural (Andrew and Boyle, 1995) are: retain
client-owned culture when the culture of the client does not conflict with the
health, cultural accommodate the client when the client culture is less
health benefits and changing the culture of the client when the culture
owned by clients against health.

a. Cultural preservation care / maintenance
1) Identify the difference between the client and the concept of nurses about
childbirth and infant care
2) Be calm and unhurried as interact with clients
3) Discuss the cultural gap that has clients and nurses
b. Cultural careaccomodation / negotiation
1) Use language that is easily understood by the client
2) Involve the family in care planning
3) If the conflict is not resolved, do the negotiations which
agreement based on biomedical knowledge, the client's view
and ethical standards

c. Cultual care repartening / reconstruction

1) Give the client an opportunity to understand the information
given and do

2) Determine the level of patient differences of culture saw itself
groups

3) Use a third party if necessary

4) Translate the terminology of symptoms in patients to health
which can be understood by clients and parents

5) Provide information to clients about the health care system
The nurse and the client should try to understand the culture
Each of the acculturation process, ie the process of identifying similarities and
cultural differences that will ultimately enrich the culture of their culture.
If nurses do not understand the culture of the client will arise a sense of not
believe that the therapeutic relationship between nurse with the client will
upset. Understanding the underlying culture of the client so the effectiveness of success
creating nurse and client relationship that is therapeutic.



Evaluation
Evaluation of nursing care done on transkultural
the success of the client about maintaining appropriate culture
health, reduce the client's culture is not in accordance with the health or
adapt to a new culture that may be contrary to
client-owned culture. Can be identified through the evaluation of farm
nursing in accordance with clients' cultural backgrounds.

CONCLUSION
From the descriptions that have been described in the previous chapter about the application of farm
Transkultural nursing can be summarized as follows:

1. Transkultural Nursing is a process of providing nursing care
which focused on individuals and groups to maintain,
increase healthy behaviors in accordance with the cultural background

2. Assessment of nursing care in a cultural context is necessary for
bridge the gap of knowledge possessed by nurses with clients

3. Transkultural nursing diagnoses can be established to identify
actions required to maintain the appropriate culture
health, new cultural forms appropriate to the health or even
cultural change that is not in accordance with the new culture of health.

4. Planning and implementation of nursing process can not be so transkultural
imposed on the client just before the nurse understand the cultural background
clients so that actions can be done in accordance with the client culture.

5. Evaluation of nursing care transkultural clung to the planning and
implementation process transkultural nursing care.

jalan terbaik

    news

    Portal ke Blog Kelompok Lain

    Google Translate

    cOmmEnT heRe

    Anggota Kelompok 6

    Untuk Lebih Jelas Bisa Di klik pada Gambar

    Taufik Febrianto

    Hafizh Ilman Asvito

    Akhlis Hidayatul Akbar

    Akhlis Hidayatul Akbar

    Uji Luhur Istiyarto

    Wirati Enny Sayekti

    Ari Mukti Wibowo(foto belum ada)

    Windiyatun Ekaningsih

    Ita NurFidniyah

    Wiji Hastuti

    Yupi Nurhastuti

    Nikmah Khuriyati Solehah

    Fitri Susanti