BAB I
Pembahasan
Naskah Kasus
Seorang pasien koma selama 3 bulan di ruang perawatan khusus dan dipetahankan hidup dengan bantuan peralatan. Berdasarkan analisa medis, batang otak pasien tersebut telah mati. Keluarga pasien telah pasrah dengan keadaan tersebut dan hasil keputusannya yaitu agar bantuan peralatan tersebut dilepas. Bila saudara sebagai perawat yang berada di ruang perawatan tersebut apa yang akan anda lakukan?
Analisa Masalah
Euthanasia
Euthanasia berasal dari kata Yunani yaitu gabungan dari dua kata :
Eu yang berarti baik, bahagia
Thanasia thanatos berarti mati, mayat
Kemudian pengertian istilah ini berkembang menjadi mengakhiri hidup tanpa penderitaan(tidak terlihat menderita). Definisi dari istilah euthanasia terus berkembang menjadi perbuatan mengakhiri kehidupan seseorang untuk menghentikan penderitaannya. Akan tetapi ini sering diartikan pengakhiran hidup seseorang karena kasihan atau membiarkan orang mati
Di Indonesia dalam kode etik kedokteran, istilah euthanasia mempunyai 3 arti :
Berpindah ke alam naka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan untuk yang beriman kepada ALLAH (khusnul Khotimah)
Meringankan kematian seseorang dengan obat penenang
Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya
Karena masih banyak pertentangan mengenai definisi euthanasia, berbagai pendapat diajukan di antaranya sebagai berikut.
Volutary Euthanasia
Permohaonan diajukan pasien karena, misalnya gangguan atau penyakit jasmani yang dapat mengakibatkan kematian segera yang keadaanya diperburuk oleh keadaan fisik dan jiwa yang tidak menunjang.
Involuntary Eutohanasia
Keinginan yang diajukan pasien untuk mati tidak dapat dikerjakan karena, misalnya seseorang yang mederita sindroma Tay sach. Keputusan atau keinginan untuk mati berada pada pihak orang tua atau yang bertanggung jawab.
Assisted suicide
Tindakan ini besifat individual dalam keadaan dan alasan tertentu untuk menghilangkan rasa putus asa dengan bunuh diri.
Tindakan langsung mengiduksi kematian.
Alasan adalah meringankan penderitaan tanpa izin idividu yang bersankutan dan pihak yang punya hak untuk mewakili.Hal ini sebenarnya merupakan pembunuhan, tetapi dalam pengertian yang agak berbeda karena yindakan ini dilakukan atas dasar belas kasihan.
Terlepas dari pendapat-pendapat tesebut diatas, euthanasia pada dasarnya dapat dibedakan dalam 3 macam, yaitu sebagi berikut.
Euthanasia aktif
Tidakan ini secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien.
Euthanasia pasif
Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidal (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien.
Auto-euthanasia
Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawat medis dan ia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Autoeuthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.
ketentuan mati dalam dunia kedokteran
Di Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan surat keputusan Nomor 336/PB/A.4/88 merumuskan bahwa seseorang dinyatakan mati apabila:
Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversible), atau
Apabila terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Pernyataan tersebut dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang, seperti EKG, EEG. Upaya resusitasi dalam keadaan ini tidak memberikan banyak arti lagi. Upaya resusitasi dilakukan dalam keadaan mati klinis, yaitu bila denyut nadi besar dan napas berhenti dan bila diragukan apakah kedua fungsi spontan jantung dan pernapasan telah berhenti secara pasti.
Diagnosis mati batang otak
Untuk menegakan diagnosis mati batang otak diperlukan tiga langkah, yaitu sebagai berikut.
Meyakinkan bahwa telah tedapat prakondisi tertentu, yaitu:
pasien dalam keadaan koma dan henti napas, yaitu tidak responsif walaupun sudah dibantu dengan ventilator,
penyebabnya adalah kerusakan otak structural yang tidak dapat diperbaiki lagi karena gangguan yang dapat menuju mati batang otak,
Menyingkirkan penyebab koma dengan henti napas yang irreversible, dan
Memastikan arefleksi batang otak dan henti napas yang menetap
ada pun tanda-tanda menghilangnya fungsi batang otak adalah sebagai berikut.
Terjadi koma
Tidak ada sikap abnormal (dekortikasi, deserebrasi)
Tidak ada sentakan epileptik
Tidak ada refleks batang otak
Tidak ada napas spontan
Apabila tanda-tanda fungsi batang otak yang hilang diatas ada semua, maka hendaknya diperiksa lima refleks batang otak, yaitu:
Bila ada atau tidak respon terhadap cahaya.
Bila ada atau tidak refleks kornea.
Bila ada atau tidak refleks restibulokoklear
Bila ada atau tidak respon motor dalam distribusi saraf cranial tehadap rangsang adekuat pada area somatic
Bila ada atau tidak refleks muntah atau refleks batuk terhadap rangsang oleh kateter isap yang dimasukan kedalam trakea.
Ada pun tes yang paling pokok untuk fungsi batang otak adalah untuk henti napas. Berakhirnya pernapasan dan detak jantung merupakan gejala yang menentukan matinya seseorang. Fungsi manusia seperti berpikir dan merasa dapat berjalan apabila otak manusia masih bekerja. Jika otak tidak lagi berfungsi, maka berakhirlah hidup secara intelektual dan psikis meskipun pernapasan dan detak jantung masih ada.
Pandangan Tentang Euthanasia
Masalah Euthanasia menimbulkan pro kontra. Alasan yang dikemukakan oleh masing-masing kelompok adalah sebagai berikut :
Yang Tidak Menyetujui Tindakan euthanasia
Kelompok ini berpendapkat bahwa Euthanasia adalah suatu pembunuhan yang terselubung. Oleh karena itu, tindakan ini bertentangan dengan kkehendak Tuhan. Kelompok ini berpendapat bahwa hidup adalah semata mata diberikan oleh Tuhan sendiri sehingga tak satu orang atau institusi pun yang berhak mencabutnya bagaima napun keadaan penderita tersebut. Dikatakan pula bahwa manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan
Yang Menyetujui Euthanasia
Kelompok ini menyatakan bahwa tindakan euthanasia dilakukan dengan persetujuan dengan tujuan utama menghentikan peneritaan pasien. Salah satu prinsip yang menjadi pedoman kelompok ini adalah pendapat bahwa manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita. Jadi, tujuan utamanya adalah meringankan penderitaan pasien dengan resiko hidupnya diperbaiki.
Dalam hal ini tampak ada batasan karena adanya suatu yang mutlak berasal dari Tuhan dan batasan Karena adanya hak asasi manusia. Pembicaraan mengenai euthanasia tidak akan memperoleh suatu kesatuan pendapat etis sepanjang masa.
Tindakan Alternatif
Dalam kasus ini, perawat dilema akan dua tindakan keputusan yang daripada keduanya prinsip dan hukum yang bertentangan. Adapun dua tindakan keputusan yang menjadi pilihan perawat dalam bertindak adalah :
Melepas alat bantu sesuai permintaan keluarga klien
Jika perawat melepas alat Bantu medis pada pasien sepeti ventilator dan lain sebagainya maka hal ini bisa benar-benar menghilangkan nyawa pasien yang pada dasarnya pasien telah divonis meninggal dunia karena fungsi otaknya telah mati. Hal ini sama saja membunuh dan melanggar prinsip etik beneficience dan non-maleeficience. Tapi tindakan ini didukung oleh prinsip etik otonomi yaitu menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih. Dalam kasus ini pasien tidak bisa berkomunikasi sebagaimana mestinya sehingga keputusan didasarkan pada keluarga klien. Tindakan ini juga didasarkan pada kode etik keperawatan dalam subbab perawat dan praktek point nomor 2 “Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien”. Dalam kode etik perawat tersebut, perawat mempunyai kewajiban untuk selalu memelihara mutu pelayanan disertai dengan kejujuran, profesionalisme, yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan sesuai dengan kebutuhan klien. Namun dalam kasus ini klien tengah koma selama tiga bulan setelah dirawat oleh tenaga medis yang ada semampu mereka dan sekuat tenaga mengguanakan alat-alat medis pula namun tak ada perubahan. Dalam arti lain tindakan mereka telah sia-sia dan sudah tidak ada gunanya lagi dengan kebutuhan klien. Namun disisi lain hal ini melanggar KUHP tindak pidana pasal 340 :
“Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau paling lama penjara 20 tahun”
Juga melanggar pasal 344:
“Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkan dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama lamanya dua belas tahun”
Namun sebelum perawat dalam hal ini melepas harus membujuk dan memberi informasi terlebih dahulu kepada pasien apa dari akibat, melepas alat bantu medis maksimal 3 kali bujukan pada waktu yang berbeda. Perawat juga menanyakan alasan mengapa alat bantu medis harus melepas.
b. Tidak melepas alat Bantu medis
Jika perawat tidak melepas alat bantu medis maka hal ini berhubungan dangan prinsip non-maleficience dimana perawat melakukan tindakan yang tidak membahayakan bagi orang lain. Hal ini juga didasari hak pasien dalam menentukan pemeliharaan diri dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan hal ini diperkuat kepmenkes no. 1239 bab iv pasal 16 “ kewajiban perawat adalah menghormati hak pasien”
4. Pandangan Islam
Agama jelas melarang kita membunuh seseorang hal tersebut tercantum dalam Firman Allah SWT :
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin kecuali karena bersalah…”(Q.S An Nisaa: 29)
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan ALLAH melainkan dengan sesutau sebab yang benar” ( Q.S Al An’aam: 92)
Ayat ayat tersebut menjelaskan melarang dokter dan tenaga medis lainnya melakukan euthanasia aktif yaitu yang disengaja. Karena hukuman membunuh dengan sengaja ialah :
“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh” (Q.S Al-Baqarah : 178)
namun qishash bisa batal bila keluarga yang anggotanya dibunuh memaafkan dengan membayar diat
“Maka barang siapa yang mendapat suatu pemanfaatan dari saudaranya, hendaklah kamu yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah yang dibeti maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula” (Q.S Al-Baqarah : 178)
BAB II
Kesimpulan
Dari kasus yang dibahas diatas kami mengambil kesimpulan :
Tindakan perawat yaitu tetap melepas alat bantu medis dengan pertimbangan
Perawat terlebih dahulu memberikan waktu kepada keluarga klien untuk mempertimbangkan keputusan tindakan yang akan dilakukan terhadap klien tersebut(auto-euthanasia). Hal ini disebabkan agar keputusan yang diambil lebih matang dan ikhlas, tidak mengakibatkan penyesalan, tidak berlandaskan emosi sesaat.
Perawat mengajukan surat pernyataan persetujuan kepada keluarga klien sebagai bukti tertulis dan melibatkan saksi dari pihak netral
Prinsip etik otonomi, hak seseorang untuk menetapkan yang terbaik bagi dirinya sendiri atau mengatur dirinya sendiri mendasari keputusan untuk melepas alat bantu medis. Dalam kasus ini adalah keluarga klien yang bertanggung jawab atas klien
DAFTAR PUSTAKA
Emi Suhaemi, Mimin. 2004. Etika keperawatan aplikasi pada praktek. Jakarta : Buku kedokteran EGC
Suprapti Samil, Ratna. 2001. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo